Mohon tunggu...
Ari Pangarso
Ari Pangarso Mohon Tunggu... Freelancer - Wirausaha

"Menulislah jika ingin menciptakan sejarah mu sendiri"

Selanjutnya

Tutup

Hukum

(Rip)ublik Endonesa

15 Juli 2018   18:54 Diperbarui: 15 Juli 2018   19:54 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Banyak cerita mengenai republik ku tercinta.banyak pula model dan gambar untuk menceritakan betapa unik nya negeri ku ini. Saking uniknya,tercipta beribu bahkan berjuta kata indah yang meng-indahkan keadaan susah dan nestapa menjadi bahagia tak terkira. Kenapa saya katakan ini?Dan banyak pula orang orang yang berpikiran miringterhadap pola pikir saya.

Sampai sampai aku nama ku Ari sampai diartikan menjadi Anti-Republik Indonesia.Hal ini tidak kubantah sedikitpun,karena aku berpikir semua orang mempunyai hak yang sama menilai orang dan berdaulat dengan pikiran nya masing masing. Dan alasan saya mengubah kata Rep menjadi Rip,karena saya berpikir dan sekaligus merasakan ada yang mengganjal hati dan pikiran saya.

Republik yang selama ini diyakini dan di-imani sebagai sosok negara yang akan melindungi segenap tumpah darah nya itu tidak pernah hadir dalam kehidupan masyarakat,terkhusus masyarakat menengah kebawah.

Mungkin bisa dikatakan cara berpikir saya agaknya berbeda dengan orang orang pada umumnya. Hal ini didasari oleh sistem hukum dan demokrasi rip-ublik kita ini yang silang sengkarut dalam peng-aplikasiannya.

Tak usah lah kita cenderung memandang ke peristiwa Ahok,Hambalang,E-Ktp,BLBI dan masalah remeh temeh lainnya ketika berbicara tentang hukum dan demokrasi. Menoleh lah kepada peristiwa yang agak besar sedikit,ada peristiwa penggunaan lahan produktif pertanian untuk pabrik semen dan kayu,ada pengusiran rakyat Rohingya oleh negara,ada kematian Istri Fidelis Ari dan masih banyak lagi.

Timbul pertanyaan kenapa saya menilai peristiwa yang saya sebutkan di awal lebih remeh temeh daripada kasus yang kedua. Karena kasus yang pertama itu nyaris muncul persis di pelupuk mata pemerintah,itu saja pemerintah tak mampu menyelesaikan dengan Nalar sehat.apa khabar kasus kedua itu?

Seharusnya hukum selalu beriringan dengan keadilan,dan diatasnya ada kemanusiaan "itu menurut saya". Didalam kasus yang saya sebutkan kedua,hampir tak ada unsur keadilannya apalagi kemanusiaan.mustahil!

Petani yang hidupnya bergantung pada lahan pertanian kini seolah hanya tinggal setengah nyawanya di depan korporasi,rakyat Rohingya yang terlunta lunta terombang ambing ombak laut sekian hari harus menelan pil pahit saat ingin berlindung di pelukan ibu Pertiwi,anak Fidelis Ari harus kehilangan ibunya dengan cepat karena pengobatan ekstrak ganja tak diperbolehkan oleh negara meskipun untuk perawatan.

Lalu dimana negara? Negara hanya sibuk merangkai kata kata dan berkata "Kita sedang menjalankan tugas sebagaimana negara yang diatur oleh undang-undang". hanya itu yang keluar dari dapur umum per-kata-an negara. Negara dibinasakan oleh segelintir kata kata,atau kata kata menjadi tumbal adanya negara?

"kata kata bisa diganti artinya,arti bisa diubah maknanya" ~Seno Gumira Ajidarma~

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun