Pada bulan Mei 2024, Bali, pulau yang dikenal dengan iklim tropisnya yang cerah dan panas, tiba-tiba menghadapi cuaca yang sangat tidak biasa. Suhu maksimal yang tercatat hanya 27C, angka yang jauh lebih rendah daripada biasanya, di mana suhu di bulan Mei biasanya berkisar antara 28C hingga 30C. Selain itu, curah hujan yang tercatat pada bulan itu mencapai 114.2 mm, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang hanya mencatatkan hujan ringan pada bulan kemarau.
Fenomena cuaca ini tentu saja menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa cuaca Bali yang semestinya cerah dan kering justru mengalami hujan lebat dan suhu dingin? Apakah ini sekadar anomali iklim musiman, atau ada faktor lain yang memengaruhinya?
Fenomena Cuaca yang Tidak Biasa
Untuk memahami lebih dalam, mari kita melihat data iklim Bali dalam sepuluh tahun terakhir. Data suhu dan curah hujan menunjukkan adanya fluktuasi yang mencolok, terutama pada tahun 2024:
Tahun 2024 mencatatkan suhu terendah, yaitu 27C, sebuah penurunan yang signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Di sisi lain, curah hujan yang tinggi ini mengindikasikan bahwa cuaca di Bali tidak mengikuti pola musim kemarau yang seharusnya, melainkan menunjukkan tanda-tanda perubahan iklim yang tidak menentu.
Faktor Penyebab Anomali Iklim
Perubahan Iklim Global merupakan penyebab utama dari ketidakstabilan cuaca seperti yang terjadi di Bali. Aktivitas manusia, terutama emisi gas rumah kaca yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, telah mempercepat pemanasan global. Dampaknya, kita melihat adanya pola cuaca yang semakin tidak terduga, seperti hujan yang tiba-tiba datang di musim kemarau atau suhu yang lebih rendah daripada biasanya.
Selain itu, fenomena alam seperti El Nio dan La Nia berperan dalam pergeseran musim dan curah hujan. Meskipun fenomena ini sering diidentifikasi dalam skala global, dampaknya bisa sangat lokal, seperti yang terjadi di Bali. La Nia, misalnya, dapat menyebabkan peningkatan curah hujan di beberapa wilayah tropis, yang menjelaskan mengapa Bali mengalami hujan yang lebih banyak di musim kemarau pada tahun ini.
Namun, ada juga faktor yang lebih global yang jarang dibahas: dampak perang geopolitik. Konflik besar seperti perang India-Pakistan tidak langsung mempengaruhi cuaca di Bali, tetapi dapat memperburuk perubahan iklim global. Ketegangan geopolitik ini seringkali disertai dengan peningkatan emisi gas rumah kaca dan kebakaran hutan yang melepaskan partikel-partikel ke atmosfer. Partikel-partikel ini, dalam beberapa kasus, dapat memengaruhi suhu global, menghalangi cahaya matahari, dan menyebabkan perubahan iklim yang lebih ekstrim di seluruh dunia.
Dampak Anomali Iklim di Bali