Bagaimana cara mengukur kesedihan orang lain? Pertanyaan ini menghantui saya. Tepatnya setelah diskusi bersama anak-anak terkait puisinya Joko Pinurbo yang judulnya "Mampir" itu.
Memang bagaimana sih bunyi puisinya? Oke, ketimbang kamu membutuhkan energi untuk melacaknya di internet, nih saya tunjukkan.
...
Tadi aku mampir ke tubuhmu
tapi tubuhmu sedang sepi
dan aku tidak berani mengetuk pintunya.
Jendela di luka lambungmu masih terbuka
dan aku tidak berani melongoknya.
2002
....
Puisi ini saya tunjukkan di awal pembelajaran. Sebagai ritual literasi yang saya modifikasi sedemikian rupa.
Walau virtual, tak ada alasan untuk menanggalkan aktivitas ini. Meskipun harus saya akui, tidak segirang saat tatap muka. Untuk kegirangan tersebut, biarlah lain kali saya udar di tulisan lainnya.
Lalu dimulailah apresiasi terhadap puisi itu. Kira-kira, apasih penafsiran mereka terhadap puisinya Joko Pinurbo yang menggemaskan itu?
Saya panggil sesuka hati. Lalu saya suruh mereka menyalakan video dan suara. Selanjutnya mereka saya beri kesempatan untuk menjawab sebingung-bingungnya. Begitu seterusnya sampai tua. Heuehu.
Minus IPA 4 dan kelas IPS, saya telah merangkum jawaban anak-anak tercinta dalam empat kluster. Saya pakai "kluster" karena istilah ini lagi naik daun.
TIDAK TAHU
Kluster pertama berisi jawaban yang bila saya rangkum itu bunyinya seperi sub judul tersebut. Tidak tahu. Jadi mereka tidak berhasil (atau tidak mau berhasil) menemukan ucapan yang tepat untuk mencerna puisi tersebut. Tentu saya tidak melarang.