Siang itu, sebelum waktu pulang bagi guru, tapi sudah bagi siswa, dimanfaatkan oleh guru untuk menonton bareng (nobar) film. Acara ini sehari sebelumnya sudah diumumkan di grup WhatsApp. Sehingga, sebagian guru dapat mengikutinya.
Memang tak banyak guru yang mengikuti. Tapi, lumayanlah berkumpul di ruang perpustakaan, di salah satu spot untuk menonton film. Dengan duduk lesehan beralas bantal, terasa nyaman. Apalagi pendingin  ruangan berfungsi baik.
Guru yang sudah lesehan mulai mengarahkan pandangannya ke monitor yang dipersiapkan di atas panggung mini. Panggung mini ini digunakan juga untuk pembelajaran, misalnya, bercerita, mendongeng, bermain peran, dan yang sejenisnya, selain nobar film. Siswa menyukainya.
Sudah sering panggung mini ini untuk nobar film bagi siswa, yang selanjutnya mereka diajak menganalisisnya. Mereka menyukai dan betah dalam aktivitas seperti ini. Belajar, tapi terasa rileks.
Siang itu, ditayangkan film dengan judul Budi Pekerti, sutradara Wregas Bhanuteja, yang sekaligus penulis skenario. Saya belum pernah melihatnya. Teman-teman guru yang turut bergabung juga demikian, belum pernah melihatnya.
Akhirnya saya, juga teman-teman guru yang bergabung, mengetahui kemudian bahwa film ini mengangkat kisah tentang guru, Ibu Prani, yang tegas dalam mendidik siswanya.
Pun tegas juga terhadap fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, yang kadang juga perlu sentuhan pendidikan. Sebab, sangat mungkin ada yang keliru. Tapi, sering ada kendala ketika hendak mengubahnya. Dan, Ibu Prani menghadapinya.
Untuk mengetahui kisahnya hingga tuntas, Anda, terutama yang berprofesi sebagai guru, yang belum menontonnya tentu, film ini dapat dijadikan skala prioritas, sebelum menonton film-film yang lain.
Mengapa? Jawabannya, akan Anda temukan sendiri dalam film Budi Pekerti. Maaf, ini tak bermaksud promosi, lho! Tapi hanya, berbagi informasi.
Pun, saya tak hendak mengulas isi film termaksud. Karena tentu ada pihak yang lebih memiliki kompetensi mengulas bagian ini.