Setiap tahun menjelang waktu penulisan ijazah selalu ada persoalan. Persoalannya adalah tidak mudah mencari penulis ijazah. Kepala sekolah sering mengalami kebingungan.
Tidak setiap guru atau karyawan mau menerima tugas menulis ijazah. Bukan hanya karena merasa tulisannya buruk. Tetapi, ini yang utama, adanya beban berat psikologis.
Beban berat psikologis itu berkaitan dengan kemungkinan terjadi kesalahan penulisan. Sebab, begitu terjadi kesalahan, mental langsung drop.
Mengapa? Yang bersangkutan merasa tidak dapat menjalankan tugas dengan baik. Selain itu, kepala sekolah diduganya pasti kecewa telah menunjuknya.
Karena, sekolah mesti harus mengurus blangko ijazah yang baru. Kepala sekolah mungkin juga mendapat teguran dari atasan. Dan, tentu masih ada dampak lain yang menyusul.
Hal seperti itu yang justru menjadi beban berat bagi guru atau karyawan yang ditugasi sebagai penulis ijazah. Maka wajar kalau jarang ada guru atau karyawan yang langsung menerima tugas itu.
Sekalipun sudah terbukti tulisannya cukup baik untuk produk ijazah. Tetapi, kepala sekolah harus tetap menyuruhnya dua-tiga kali, yang biasanya yang bersangkutan baru mau menerima.
Itu pun kadang masih mencari alasan supaya tidak mendapat tugas itu. Bisa saja alasan tersebut sebagai bentuk sikap rendah hati. Tetapi, bukan mustahil memang benar-benar hendak menghindar.
Ada salah satu teman saya yang pernah mendapat tugas menulis ijazah mengalami kesalahan tulis. Setelah peristiwa itu, yang bersangkutan tidak mau lagi ditugasi sebagai penulis ijazah. Hingga kini.
Ini trauma. Untung saja ia masih mau mendengar orang berbicara tentang menulis ijazah. Tidak menghindarinya. Tetapi, jangan ditanya ketika ditawari menulis ijazah. Dipastikan ia langsung pergi menjauh.