Saya selalu berusaha sekurang-kurangnya menulis kata, frasa, dan kalimat dengan ejaan yang benar saat beraktivitas menulis. Sebab, saya merasa ada yang selalu salah dalam tulisan saya.Â
Kata-kata yang sering saya gunakan barangkali tidak menimbulkan masalah. Akan tetapi, kata-kata yang baru kali pertama saya gunakan, saya harus berhati-hati, karena sering bermasalah.Â
Untuk menghindari kesalahan ejaan, saya sering memanfaatkan buku panduan, yaitu Tata Bahasa Baku. Terhadap kata-kata yang jarang saya gunakan, saya harus mengingat-ingat karena takut kalau mengalami kesalahan dalam hal ejaan. Saya sering lupa. Oleh karena itu, saya berusaha belajar.
Kenyataan yang saya alami dialami juga oleh anak-anak didik saya. Barangkali itu sebabnya mata pelajaran (mapel) Bahasa Indonesia diajarkan kepada anak-anak didik. Sekalipun tentu saja tidak hanya melulu aspek ejaan.Â
Mapel Bahasa Indonesia diajarkan untuk mendalami aspek kebahasaan dan kesastraan. Akan tetapi, karena dalam tulisan ini hendak membahas ejaan, maka aspek yang disinggung sebatas ejaan bahasa Indonesia. Apalagi, hampir setiap hari saya menemukan kesalahan ejaan yang dialami anak-anak didik saya.Â
Kesalahan itu bisa saja berhubungan hanya dengan kata tertentu. Maksudnya, ketika suatu hari mereka menulis kata tertentu salah ejaannya, terhadap kata yang sama salah ejaannya pula pada hari yang lain. Hal itu tidak dialami oleh satu-dua anak, tetapi banyak anak.
Kejadian itu bukan karena saya tidak mengajarkan ejaan. Saya sudah mengajarkan ejaan bahasa Indonesia yang benar kepada mereka. Karena faktor kurang berlatih, kesalahan itu terjadi berulang-ulang.Â
Selain itu, entah ini benar atau salah, adanya anggapan bahwa bahasa itu yang penting komunikatif. Jadi, selama bahasa yang ditulis itu maksudnya tersampaikan dengan jelas, dianggaplah sudah cukup.Â
Faktor ini memungkinkan seseorang, termasuk anak-anak didik saya, kurang memperhatikan aspek ejaan.
Hal itu, menurut saya, dialami juga oleh sebagian besar guru. Di sekolah tempat saya mengajar, beberapa teman guru melakukannya.Â
Jadi kesannya, sebatas yang penting "maksud" atau "pesan" yang disampaikannya dapat diterima secara jelas oleh anak-anak. Hal tersebut sebetulnya tidak bermasalah kalau komunikasinya dilakukan secara lisan.Â