Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Perceraian Meningkat di China Pasca Karantina Corona?

5 April 2020   11:59 Diperbarui: 5 April 2020   12:28 1513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : www.sixthtone.com

Seiring semakin meredanya wabah corona di China, ternyata diimbangi dengan melonjaknya angka perceraian keluarga. The Star melaporkan, mengutip Sin Chew Daily, bahwa terjadi lonjakan kasus perceraian di China, setelah wabah Covid-19 melanda. 

Berkembang dugaan, bahwa pasangan yang "terjebak" di rumah semenjak tindakan karantina, telah memicu konflik dalam keluarga. Hal serupa telah ditulis oleh Fan Yiying dalam laporan di laman Sixth Tone, 3 April 2020. 

"Karena wabah, banyak pasangan suami istri yang terkurung di dalam rumah selama sebulan penuh; akhirnya muncul konflik," kata seorang karyawan di biro distrik Beilin seperti yang dikutip The Star. 

Dilaporkan juga bahwa Biro Urusan Sipil sedang mencoba untuk menghentikan antrean para pendaftar, dengan mengharuskan mereka yang ingin bercerai untuk mendaftar dan memilih waktu melalui portal online.

Tekanan Masalah

Sebenarnya, persoalan utama bukan karena suami dan istri "terjebak" pertemuan di dalam rumah mereka sendiri, karena hal itu adalah hal yang bahkan seharusnya terjadi. 

Namun lebih kepada suasana pertemuan yang tidak menyenangkan. Semua orang di China merasakan tekanan masalah, akibat wabah yang sangat ganas dan sangat cepat menyebar serta menimbulkan sangat banyak korban.

Berkumpul bersama keluarga dalam waktu lama, adalah berkah dan kebahagiaan, apabila didukung oleh suasana yang nyaman dan membahagiakan. Kenyataannya tidak demikian. 

Masyarakat China yang menjadi tempat perkembangan dan penyebaran Covid-19 dunia, mendapatkan tekanan masalah sangat berat. Mereka menyaksikan korban berjatuhan. Mereka dipaksa untuk berada di dalam rumah saja, sebagai kebijakan pemerintah setempat.

Jika mengacu kepada tahap kedukaan yang dikemukaan oleh Kubler-Ross (silakan simak kembali di sini), ketika manusia dihadapkan pada krisis, secara umumnya akan melewati lima tahap kedukaan, sebelum akhirnya bisa berdamai dan menerima kedukaan tersebut.

Grief atau kedukaan, bisa memiliki banyak wajah dan bentuk. Wabah corona adalah salah satu contoh grief yang dihadapi oleh manusia saat ini. Pada kondisi wabah ini terjadi dengan sangat massif seperti di China, maka intensitas kedukaan atau krisis yang dihadirkan lebih tinggi dibandingkan dengan di tempat lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun