Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

“Detoks Digital”, Sebuah Ritual Pasangan di Zaman Cyber

20 Januari 2016   07:33 Diperbarui: 20 Januari 2016   09:01 1287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="ilustrasi : www.wsj.com"][/caption]Perkembangan teknologi komunikasi telah sedemikian pesat, jauh lebih pesat dari yang diperkirakan manusia pada umumnya. Bahkan jauh lebih pesat dibandingkan dengan kemampuan manusia untuk mengantisipasi dampak negatifnya. Silih berganti muncul tren fitur komunikasi dengan aneka tawaran yang makin menarik dan memudahkan untuk terhubung dengan banyak orang.

Dunia kita sudah tidak terbatas lagi saat ini. Teknologi komunikasi telah menembus semua batas dan semua etika. Merubah perilaku manusia tanpa disadari, dan akhirnya menimbulkan sejumlah dampak serius bagi kebaikan kehidupan itu sendiri. Aneka fitur komunikasi melalui teknologi tidak disadari telah menimbulkan racun atau toksin dalam diri manusia. Gadget dan tablet sudah menjadi racun yang mengendap dalam jiwa dan kepribadian manusia modern. Di luar kesadaran mereka.

Friendzone dan Comfortzone

Di dunia cyber saat ini, hubungan antara laki-laki dan perempuan tidak selalu menggunakan label seperti 'kekasih' atau 'pacar'. Banyak orang yang menikmati model interaksi dan komunikasi intens dengan pasangan jenisnya, tanpa komitmen dan status yang jelas. Bisa jadi ada keisengan atau hasrat yang tersalurkan dengan membangun komunikasi dan interaksi melalui teknologi komunikasi. Seseorang yang gagal bersahabat dengan pasangan, lalu menemukan seorang sahabat melalui fitur komunikasi.

Dalam beberapa kejadian, kondisi itu disebut sebagai friendzone. Hubungan yang seakan-akan intens antara lelaki dan perempuan, namun ternyata hanyalah pertemanan biasa. Seorang lelaki yang terjebak dalam sebuah fiendzone dengan seorang perempuan, ia bisa mengalami kenyamanan perasaan tertentu yang tidak didapatkan bersama pasangan. Ia mengalami suasana comfort zone, ia memasuki zona nyaman dalam membangun komunikasi. Bahkan dalam kasus tertentu, ia bisa sampai jatuh cinta dengan perempuan itu dan berharap bisa menikahinya.

Namun–sebagaimana namanya, friendzone—pihak perempuan tidak memiliki perasaan ingin membangun sebuah komitmen. Ia hanya merasa nyaman dalam interaksi dan komunikasi dengan lelaki tersebut. Mungkin saja ia menganggap lelaki itu sebagai kakak, sebagai saudara, sebagai teman curhat atau bahkan sebagai bapak. Pihak perempuan mendapatkan kenyamanan dan perlindungan saat berkomunikasi dan berinteraksi. Ia menikmatinya, namun memang tidak tertarik untuk menjadikan si lelaki sebagai pacar apalagi suami.

Gejala friendzone hingga comfortzone ini dipermudah dan diciptakan oleh dunia digital. Sebuah dunia yang memberikan kebebasan tanpa batas dalam berkomunikasi dan berinteraksi duapluh empat jam sehari semalam. Seseorang bisa lupa diri dalam kenyamanan berkomunikasi, asyik mengobrol melalui teknologi, hingga menghabiskan waktu serta perhatian utamanya hanya untuk sebuah gadget atau tablet.

Racun digital muncul dalam bentuk keasyikan yang berlebihan dalam menggunakan teknologi komunikasi, sedemikian rupa sehingga menghilangkan keasyikan dalam interaksi sesacara langsung dengan sesama manusia. Pasangan suami istri kehilangan keasyikan dan kehangatan dalam mengobrol dan bercengkerama berdua, tergantikan oleh keasyikan mengobrol melalui teknologi. Chatting dengan teman-teman yang jauh melalui WhatsApp, Line, Telegram, Instagram, Fesbuk, Twitter dan lain sebagainya.

Bagi pasangan suami istri, hendaknya mereka saling merasa nyaman dan bahagia dengan mengobrol langsung. Bercengkerama berdua, bercerita, bercanda, curhat sembari merancang masa depan keluarga, henbdaknya menjadi sesuatu yang mengasyikkan dan bisa dinikmati berdua. Semua hasrat dan keinginan iseng hendaknya disalurkan hanya kepada pasangan, bukan kepada orang lain. Isengilah suami anda, isengilah istri anda, dan nikmati sensasi serta keasyikan mengobrol berdua dengan pasangan.

[caption caption="ilustrasi : www.delineo.com"]

[/caption]Anda Butuh Detoks Digital

Gejala friendzone dan comfortzone yang terbangun antara seorang suami dengan perempuan lain, atau seorang istri dengan lelaki lain, berpotensi besar merusak kenyamanan hubungan mereka sebagai suami istri. Bahkan mengancam keutuhan dan kebahagiaan rumah tangga mereka. Kadang mereka merasa tidak melakukan selingkuh, karena hanya asyik chatting. Namun chatting yang intensif dan menghabiskan banyak waktu serta perhatian. Racun seperti ini berbahaya, jika diteruskan dan dinikmati, akan bisa menjurus kepada keretakan dan berantakannya keluarga mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun