Mohon tunggu...
Pahriati
Pahriati Mohon Tunggu... -

Aktivis Muslimah. Manusia yang terus belajar, mencoba menebar kebaikan lewat tulisan. Berbagi inspirasi, guna meraih ridha Ilahi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia Sok Pintar

10 Januari 2018   23:15 Diperbarui: 10 Januari 2018   23:26 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara biologis, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk lainnya. Bisa bergerak dan melakukan berbagai aktivitas, perlu makan dan kebutuhan hidup lain, punya perasaan, dan sifat makhluk hidup lainnya.

Hanya satu yang menjadi pembeda, yakni keberadaan akal. Akal adalah kemampuan berpikir, menimbang baik dan buruk. Pemikiran diperoleh manusia melalui penginderaan fakta oleh alat indera, kemudian diteruskan ke otak, dan otak akan menyimpulkan fakta tersebut berdasarkan memori informasi yang sudah tersimpan di dalamnya. Dari kesimpulan itulah manusia akan mengambil tindakan.

Namun, kemampuan akal juga punya keterbatasan. Ia hanya mampu mengetahui hal-hal yang terindra. Adapun fakta yang tak bisa tertangkap oleh mata, hidung, telinga, lidah ataupun kulit, maka otak takkan mampu menjangkaunya. Di sinilah manusia perlu petunjuk untuk membimbing akal agar tak salah mengambil kesimpulan.

Lantas, petunjuk mana yang harus diikuti? Petunjuk itu tentu haruslah datang dari sesuatu yang mengetahui persis karakteristik manusia. Dan itu tidak lain adalah petunjuk dari Allah Sang Pencipta.

Ibarat pabrik yang membuat suatu produk, maka mereka juga menetapkan aturan tertentu, agar produknya berguna secara optimal. Begitulah dengan hidup manusia. Allah buatkan seperangkat aturan agar kehidupan manusia berjalan dengan baik. Semua sudah terangkum dalam Al Quran dan As Sunnah.

Namun, manusia sering merasa pintar. Merasa diri hebat, hingga meyakini jika manusia itu tau apa yang terbaik untuk dirinya. Maka dalam kehidupan ini, mereka menimbang baik buruk sesuatu hanya berdasarkan pada akalnya, berlandaskan pada logika semata. Hukum Allah dikesampingkan. Bahkan marah saat diingatkan. Dan inilah yang kemudian menimbulkan berbagai permasalahan yang saat ini kita rasakan.

Ada yang beranggapan, tak mengapa minum khamar asal tidak mabuk. Tak perlu berjilbab (menutup aurat), yang penting hatinya baik. Bagaimana mengenal pasangan kalau tak pacaran. Kaum LGBT harusnya diterima, karena mereka tak mengganggu manusia lain. Tak bisa punya apa-apa kalau tak berhubungan dengan bank (unsur ribawi). Dan beragam pernyataan lainnya.

Bahkan lebih parahnya, mereka menafsirkan dalil agama dengan serampangan untuk mendukung perbuatan mereka yang merasa sok pintar. Misalnya hadits Nabi:  

"Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian."  (HR. Muslim, no. 2363)

Seolah manusia bebas menentukan apa saja untuk urusan dunianya. Padahal hadits itu berkenaan dengan masalah teknis keduniaan, bukan perkara penentuan hukum perbuatan. Misalnya, hukum berobat dari penyakit adalah sunnah, sedangkan bagaimana cara berobatnya, maka manusia lebih tau teknik mana yang lebih tepat.

Harusnya, setiap muslim menyadari bahwa ia tidak bebas berbuat sesuatu, ada hukum-hukum yang harus diikuti. Sebagaimana kaidahnya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun