Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Airlangga Hartarto, Indonesia Siap Hadapi Krisis Global Saat Menuju Endemi Covid-19

12 Oktober 2022   10:57 Diperbarui: 12 Oktober 2022   11:23 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  Dua kabar baik sekaligus kurang bagus harus dihadapi Indonesia saat ini. Pertama virus Covid-19 yang secara perlahan mulai berubah status dari pandemi berbahaya, turun ke taraf endemi yang sifat virusnya tak lagi mengancam nyawa. Kondisi yang secara langsung memberi peluang bagi pemerintah kembali mengejar penyelesaian  berbagai program sempat tersendat. Kesempatan tersebut relatif terbuka karena secara data makro, pertumbuhan ekonomi masih menunjukkan indikasi positif atau dengan kata lain, tak seburuk yang diprediksi saat penyakit yang tak kelihatan tersebut masih jadi hantu penghambat aktifitas.

Seiring dengan itu, ancaman lain juga antara lain dari berasal dari sisa dampak virus tersebut adalah bayang-bayang krisis global yang sifatnya lebih bersifat fisik, menyusul konflik bersenjatan sejumlah negara di dunia yang secara otomatis mengganngu pemulihan ekonomi dunia akibat  Keterlambatan pemulihan dari dampak krisis dan berbagai masalah  ikutan sesudahnya terakumulasi dalam satu gelombang  besar  masalah ekonomi yang hampir menyentuh seluruh negara di dunia yang kini hampir pasti akan menjadi krisis global.

Menurut Menko Perekonomian Airlangga Hartatrto, bayang-bayang krisis tersebut semakin nyata manakala pemerintah mendapat laporan bahwa 28 negara di dunia sedang antri minta bantuan keuangan kepada IMF.  Hal tersebut mereka lakukan menyusul ketidakmampun dalam mengatasi persoalan yang dialami di dalam negeri. Dikatakan lagi bahwa 14 negara diantaranya masih dalam proses minta pertolongan, sisanya sudah masuk dalam kategori telah masuk dalam kondisi bermasalah.

Indonesia sendiri dipastikan tidak masuk dalam dafar 28 negara tersebut karena berbagai faktor eksternal terpantau masih sangat kuat. Sehingga guncangan yang sangat mungkin berdampak ke dalam negeri itu tidak akan banyak berpengaruh. Seperti dikatakan Menko Perekoomian Airlangga Hartarto, Indonesia bahkan menjadi menjadi negara dengan pertumbuhan tertinggi ke-2 diantara negara-negara anggota G20 setelah Saudi Arabia.

"Dari internal, ekonomi kita kuat karena kita punya domestic market. Sekarang konsumsi turut menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi, terlebih diprediksi di tahun depan pun pertumbuhan ekonomi kita diantara 4,8%--5,2%. Jadi tentu berbagai lembaga yang memprediksi tersebut, melihat bahwa Indonesia relatif kuat,"kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto di Istana Negara.

Pernyataan Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar tersebut disandarkan kepada sejumlah data berikut. Mulai dari  fundamental ekonomi yang memperlihatkan kinerja positif ditandai dengan data BPS yang menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di angka 5,3 persen pada kuartal II tahun ini. Atau IHSG yang tetap bergerak stabil cenderung postifi di tengah tekanan dan pelemahan indeks saham global, di mana pada 10 Oktober 2022 IHSG mencatat return 6% (ytd) di posisi 6.982,5.

Untuk itu,  terlepas dari berbagai guncangan yang ada, data berikut juga menjadi indikator  eksternal betapa pondasi ekonomi dan gerak kegiatan yang menjadi basis bagi pertumbuhan tersebut cukup jadi bukti, Indonesia siap dengan kemungkinan buruk yang terjadi.  Mulai dari  volatility Index Indonesia senilai 30,49 alias  masih dalam batas nilai indikatif 30. Level indeks Exchange Market Pressure (EMP) per September 2022 berada di angka 1,06 atau masih berada di bawah batas treshold level satu yaitu sebesar 1,78. Demikian pula juga dengan perbandingan Credit Default Swap (CDS) Indonesia yang relatif lebih rendah dibandingkan Meksiko, Turki, Brasil, dan Afrika selatan.

Di sisi lain, tak seperti sejumlah negara ekonomi kuat dunia yang telah menaikkan suku bunga perbankan mereka beberapa kali, demi menekan potensi krisis dan mencegah kenaikan angka inflasi, Indonesia tetap mampu mempertahankan angka tersebut di level moderat, kendati turut menaikkan suku bungan sebesar 50 basis poin ke angka 4,25 persen pada September 2022 lalu. Bandingkan dengan negara-negara seperti Amerika,   India, Inggris, Jerman dan Afrika selatan hampir semuanya menaikkan suku bunga dalam menghadapi tantangan global. Indonesia sendiri telah menyesuaikan suku bunga sebesar 50 bp pada September 2022 menjadi 4,25.

Tak cuma bersiap dengan antisipasi terhadap masalah global, untuk kebijakan dalam negeri pemerintah terus memperkuat berbagai bantalan terhadap gejolak yang terjadi. Seperti pelanjutan pelaksaan program KUR (Kredit Usaha Rakyat) 0 persen dan KUR sektor pertanian yang rencana bunganya tetap akan dipertahankan berada di angka 3 persen.

Sedangkan status Covid-19 yang dari pandemi menuju endemi dimungkinkan terjadi pada awal tahun depan, namun dengan sejumlah catatan. Mulai dari kebijakan PPKM yang terus diterapkan, selain program vaksinasi yang hingga hari ini terus berlangsung. "PPKM akan dievaluasi sampai dengan akhir bulan ini, dan akhir bulan depan akan ditentukan bagaimana pelaksanaan PPKM ke depan disertai catatan bahwa vaksinasi booster diekstensifikasikan di bulan November, Desember, dan Januari. Kalau kita bisa jaga di bulan Februari kasusnya landai, maka kita bisa lepas dari pandemi Covid-19 ini," tutup Menko Airlangga yang  menyampaikan keterangan ini di Istana negara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun