Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Ada Amerika di Balik Kampanye Hitam Uni Eropa terhadap Sawit Indonesia?

11 April 2019   01:27 Diperbarui: 11 April 2019   01:53 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Disukai atau tidak, dua negara bertetangga Indonesia dan  Malaysia adalah produsen utama minyak sawit dunia.  Dua negara dalam se rumpun melayu ini menjadi pemain dominan dengan menguasai tidak kurang dari 85 persen pangsa pasar sawit dunia.

Sebuah dominasi yang mungkin tak akan tergantikan jika langkah dan upaya pengembangan sama di lakukan oleh satu atau oleh beberapa negara sekaligus.   Pada bagian lain,  dalam sebuah usaha, persaingan dan hambatan oleh competitor yang itu bisa oleh negara atau korporasi lintas negara adalah wajar dalam bisnis.

Pada titik ini, persoalannya tidak lagi menjadi semata-mata ekonomi, namun aspek lain dalam khazanah geopolitik dan geostrategic satu negara atau blok perdagangan---suka atau tidak---pasti ikut campur tangan. Karena kekuatan ekonomi adalah tulang punggung kekuatan satu negara.

Catatan dibawah ini akan menjelaskan signifikansi industry kelapa sawit sebagai devisa utama  Indonesia, khususnya dari sector non migas. Yang jika dikaitkan dengan hubungan perdagangan antar bangsa yang tak jarang berisi persaingan, bahkan perang, posisinya tak lagi sekedar minyak untuk kebutuhan dapur belaka.

Mengacu data Kementerian Pertanian, produk kelapa sawit Indonesia pada tahun 2017 menjadi penyumbang devisa ekspor sebesar Rp 307,4 triliun. Jumlah itu setara dengan total 30,98 juta volume ekspor. Sementara total produksi perkebunan kelapa sawit dalam negeri secara keseluruhan tercatat sebanyak 37,8 juta ton dari  lahan seluas 14,3 juta ha.

Jumlah nyawa yang bergantung kepada budidaya dan produk hasil olahan serta industry buah ini tidak kurang dari 17 jiwa, atau setara dengan 6,49% total  jumlah penduduk Indonesia

Bisa dibayangkan jika hasil komoditas ini mendapat hambatan dagang dan larangan dari berbagai negara di dunia. Kemiskinan akan mengintai dan berpotensi menggerus perekonomian Indonesia karena ekspor komoditas ini terhambat. 

Karena jika kampanye untuk membendung itu seperti yang sedang dimajukan dalam RED II oleh Komisi Eropa, maka dipastikan dampak ekonomi secara langsung akan menyentuh kepada salah satu sendi ekonomi Indonesia. Sebab Indonesia pasti akan kehilangan pemasukan, karena Eropa adalah pasar utama ekspor sawit Indonesia.

Pertanyaan berikutnya adalah, kenapa Uni Eropa cuma getol dan merasa alergi dengan keberadaan industry sawit serta produk turunannya sementara mereka tetap seperti memberi perlindungan terhadap perkebunan kacang kedelai dan budi daya bunga matahari. Padahal, dari seluruh penelitian yang telah dibuat, kebutuhan lahan untuk kedua jenis minyak nabati itu jauh lebih melebihi dari lahan yang diperlukan untuk budidaya kelapa sawit.

Anehnya, perkebunan kacang kedelai itu pemain utamanya ternyata bukan anggota Uni Eropa yang gencar menghambat pemasaran biodiesel dari sawit untuk masuk ke kawasan tersebut.

Dua negara utama penghasil minyak dari kacang kedelai itu adalah Amerika Serikat dan Brasil. Sementara untuk minyak bunga matahari negara produsen utama di Eropa adalah Ukraina dan Rusia, yang bukan negara utama Uni Eropa, dan justru banyak bergantung kepada bahan baku fosil untuk devisa negara mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun