Okelah, niatnya mulia, yaitu untuk pembangunan masjid. Tapi, jujur kukatakan, tida pula sampai sebegitunya. Aku malah merasa begini, para penyumbang untuk masjid itu kadang tidak perlu kita cari karena mereka bakal datang dengan sendirinya.
Maka dari itu, yang seharusnya para pengurus masjid lakukan adalah menciptakan keadaan alias situasi agar para penginfak hadir ke masjid mereka.
Bagaimana caranya? Tentu saja "mengemis" bukan solusi.
Bersandar pada pengalaman pribadiku yang sempat menjadi marbot, pengurus, hingga bendahara masjid, salah satu cara terbaik untuk menghidupkan infak sekaligus mensejahterakan masjid adalah dengan tidak mengendapkan uang kas masjid.
Artinya, kas masjid mesti didesain dengan sistem yang apik sehingga uang yang disumbangkan jamaah tidak mengendap dalam kotak besi bergembok.
Ya, jangan bangga kalau setiap Jumat pengurus mengumumkan saldo masjid yang mencapai puluhan hingga ratusan juta. Jamaah malah gusar lho! Secara, mereka yang berinfak ke masjid punya harapan agar infak tersebut segera menjadi amal jariyah. Bukan malah dipendam.
Dan, kita pula bisa belajar dari eksistensi Masjid Jogokariyan yang berada di Kampung Jogokariyan, Kecamatan Mantrijeron, Yogyakarta. Ya, masjid ini hebat karena menggunakan sistem saldo kas nol rupiah.
Lho, hubungannya dengan judul artikel ini apa sih?
Sebenarnya aku hanya ingin menyajikan fenomena meminta-minta yang barangkali bisa saja bertaut dari sejak anak-anak hingga dewasa.
Maksudku begini; kalau sejak kecil anak dididik supaya bermental pengemis, tidak menutup kemungkinan bahwa perilaku tersebut terus menjalar hingga anak tadi menua.