Terutama rekan kerjaku yang secara umur lebih tua dariku. Dia anak bungsu sehingga desakan nikah terus berdatangan kepadanya.Â
Sedangkan aku, anak sulung. Hampir seluruh guru senior membelaku sembari melayangkan alasan bahwa:
"Wajar dia belum menikah, soalnya dia anak sulung. Sekarang pula ia masih ada kesibukan kuliah, sedangkan orang yang duduk di belakangnya itu?"Â
Hahaha. Aku selamat! Setiap kali ada pertanyaan kapan nikah dari tamu yang singgah ke ruang guru, pertanyaan tersebut spontan ter-forward oleh rekan kerja jomlo yang duduk di belakangku.Â
Kisah seperti itu terus terjadi hingga berbulan-bulan.
Terkadang topiknya selalu sama sehingga waktu 15 menit istirahat kami habis gegara pembahasan nikah.
Ditambah lagi dengan plesetan humor ala aku, suasana ruang kerja semakin pecah, lebih duarrrr dibandingkan gibahannya para Emak saat beli sayur pagi-pagi. Eh.Â
Lebih dari itu, semenjak hadirnya corona, secara pribadi aku merasa cukup aman dari desakan nikah karena minimnya pertemuan tatap muka.Â
Ya kalau sindiran story WA, postingan Facebook hingga tweet populer di Twitter itu biasalah. Toh bisa di-skip semudah kita melupakan mantan. Eh, maaf. Yang susah move on boleh gak baca kok!
Mereka yang Sudah (Baru) Menikah Sangat Paham dengan yang Namanya Masa TungguÂ
Sebenarnya, siapa sih yang rajin memborbardir jomlo dengan pernyataan kapan nikah?Â
Biasanya kalimatnya begini, gaiss:
"Nikahlah, Bang. Udah mapan dirimu itu. Apa lagi yang mau ditunggu."