Kendati begitu, baik jawabku maupun jawab temanku di hari itu sangat jelas. Pernyataan "Kami hanya teman yang sudah lama kenal" rasanya sudah cukup untuk membungkam lidah-lidah liar yang tak bertulang. Sayang, kenyataannya malah tak begitu. Jomlo seakan layak untuk di-bully!
Dan sayangnya lagi, tiap-tiap jomlo juga punya batas kesabaran, kan? Bahkan, kata Pak Nursalam selaku Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia, seorang seorang guru agama yang sejatinya lemah lembut bisa berubah jadi guru silat andai kisah cintanya terus diusik.
"Pem-bully-an" yang Paling Sering Menghantui Para Jomlo adalah...
"Kapan nikah, Bro? Aku saja sewaktu seusiamu sudah punya anak satu."
"Kapan nikah". Fix, inilah pertanyaan yang boleh kusebut paling sering menghantui para jomlo. Tidak untuk jomlo laki-laki maupun jomlo perempuan, keduanya sama saja.
Kalau pertanyaannya khusus dihadiahkan untuk jomlo laki-laki, masih dalam jangkauan kewajaran lah, ya. Tapi kalau untuk perempuan?
Tega sekali rasanya. Duh, Si penanya harus dijelaskan secara rinci tentang hakikat perempuan sebagai pihak yang menunggu. Kalau sudah masuk ke ranah "pemilih" calon, ini lain lagi, ya.
Baca juga: Berhentilah Menyerang Jomlo dengan Pertanyaan "Kapan Nikah!"
Pernyataan "kapan nikah" sejatinya cukup sensitif. Hal ini sudah memasuk ranah privasi sekaligus takdir mualaqnya Allah.
Takdir mualaq ialah takdir yang dihadiahkan Allah kepada manusia sesuai dengan apa yang mereka pilih maupun mereka perjuangkan.
Semisal, tentang ajal. Ketetapan tentang ajal sudah baku, tak bisa maju, juga tak bisa dimundurkan. Tapi, soal mati dalam keadaan baik atau buruk, itu kembali lagi kepada jalan apa yang dipilih serta bagaimana usaha yang diperjuangkan oleh seseorang.
Kembali lagi kepada pernyataan tadi, "kapan nikah" antara orang yang satu dengan orang lain itu tidaklah sama. Begitulah kenyataan, dan begitu pulalah takdirnya. Inilah salah satu alasan mengapa pertanyaan "kapan nikah" yang berlebihan sudah masuk dalam kolom perundungan.
Apalagi sampai membandingkan "kapan nikah" dengan usia. Itu sudah keterlaluan karena takdir usia, terlebih lagi yang termaktub dalam Ummul Kitab-Nya adalah sesuatu hal yang tak bisa diubah.