Karena pandemi Covid-19, mau tidak mau tanggung jawab guru dalam mendidik anak dibagi-fokuskan sementara kepada para orangtua, setidaknya hingga bulan Juli 2020 ke depan.
Tapi, kalau Covid-19 berakhir lusa, maka orangtua bisa segera menitipkan kembali anaknya kepada guru. Maka dari itu, mari berdoa, berusaha, dan sukseskan program pemerintah untuk memberantas Covid-19.
Berdoa selesai, berusaha sedang dikerjakan, program pemerintah sudah disukseskan. Sekaranglah saatnya orangtua kembali didik anak-anaknya.
Tapi lagi-lagi mendidik anak bukanlah perkara yang mudah bagi orangtua di rumah. Selain bosan, tantangan terbesarnya adalah lebih mudah mendidik anak orang lain daripada anak sendiri. Duh, kok mendidik anak sendiri jadi ruwet, ya?
Andai anak itu adalah anak orang lain, maka ia akan lebih disiplin, lebih segan dan cenderung patuh kepada guru. Biarpun seorang anak terbilang nakal, pasti ada masa-masa di mana ia akan menurut pada perkataan guru.
Tapi jika kepada orangtua? Jujur saja, orangtua adalah lahan bagi seorang anak untuk menanamkan dan menumbuhkan sifat kemanjaan. Kepada siapa lagi mereka mau bermanja, jika bukan kepada ayah dan ibu di rumah.
Tidak semata-mata manja itu salah, sih. Dengan memulai sesuatu secara manja, anak akan mengikuti kemauan dan aturan orangtua. Anak mesti diberi hati dahulu, agar ucapan orangtua mampu turun ke hatinya. Tapi, jika sifat manja berkolaborasi dengan bosan, jadi lengkap, kan?
Tadi, setelah selesai menulis tepatnya pukul 10.10 pagi saya lewat ke ruang keluarga. Saya lihat, saya amati dan saya pelototi ternyata siaran televisi sudah disetel channel TVRI oleh ibu saya.
Meski begitu, saya heran karena yang menontonnya bukan adik melainkan kursi kosong. Pertanyaannya, ke mana adik saya? Ternyata, ia masih betah berdiam di kamar. Padahal di jam itu TVRI sedang menyiarkan materi Peluang dan Frekuensi Harapan.
Sontak saja, saya segera mengetuk kamar sang adik dan memintanya untuk segera memperhatikan televisi, 15 menit cukup, lah. Jam berapa saya ketuk, jam berapa pula ia keluar. Saya lihat jam, sudah menunjukkan pukul 10.25. berarti sudah mau habis sajian materinya.
Adik saya tampaknya cukup enggan untuk menyaksikan pembelajaran TVRI, selain hanya berisikan komunikasi satu arah, sajian tulisan soal di TVRI cenderung kecil-kecil hingga memerihkan mata.