Sebelum corona, jika harga gula pasir Rp. 14.000, maka gula aren bisa Rp.16.000-17.000. Bahkan, pernah beberapa tahun belakang harga gula pasir Rp. 12.000/kg tapi gula aren melejit hingga Rp. 19.000/kg. Harga ini masih grosir, gula aren eceran tentu lebih mahal lagi.
Agaknya, keberadaan corona begitu mengganggu impor gula pasir. Kemendag menyebut stok gula pasir masih cukup, tapi mirisnya, Kemendag pun meyakini bahwa kenaikan gula pasir masih relatif stabil. Padahal, gula pasir naik sampai 25,5% menjadi Rp. 18.200/kg.
Stok dianggap cukup, tapi kenaikan yang melejit dianggap stabil. Agaknya nada ini sangat mengecewakan para petani gula aren seperti keluarga saya.
Yang jelas, karena corona melanda pemasokan alias distribusi gula aren dari daerah kami (Curup, Bengkulu) ke daerah lain cukup terhambat.
Padahal, di desa saya sendiri (Air Meles Atas), ada lebih dari 500 petani gula aren dan jika penghasilan harian mereka digabungkan, maka akan menghasilkan minimal 5 ton setiap harinya.
Walaupun kami masih setia dengan cara-cara tradisional seperti penampung air nira dari bumbung (bambu) dan mencetak menggunakan batok kelapa, hasil gulanya tidaklah kalah manis, malah sangat bagus. Tapi, lebih bagus lagi kalau harganya melejit. Hohoho
Sayangnya, harapan gula aren yang manis bin bagus ini seakan terbantai oleh kehadiran corona. Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Suhanto menemukan ada isu-isu flu corona yang mengungkapkan bahwa bahan makanan, seperti gula dapat menjadi medium penyebaran virus.
Padahal, secara ilmiah ini tidak bisa, namun karena namanya isu dan sudah menyebar maka cukup wajar jika ada beberapa pihak yang menahan stok gula pasir.
Tapi, lagi-lagi sangat disayangkan bahwa kenaikan gula pasir tidak dibarengi dengan lonjakan harga gula aren. Terus terang, di saat pandemi kenaikan gula aren bisa menjadi hiburan yang positif bagi para petani gula aren.
Saat ini musim hujan, panas dan angin tidak begitu stabil hingganya gula aren sering ngaret alias tidak mau kering. Kami sendiri, sudah merasakannya dalam dua minggu terakhir. Tingkat keasaman nira terlalu tinggi, hingga gula aren tak mau kering.
Ini kerugian yang cukup berat karena kayu bakar dan tenaga yang sudah dikeluarkan tidak berbanding lurus dengan hasil. Tambah lagi dengan perbandingan harga terhadap gula pasir yang mulai senjang, rasanya seperti meruntuhkan semangat juang petani gula aren.