Terkonfirmasi 2,273 kasus, dirawat 1,911, meninggal 198, dan sembuh 164 orang. Inilah data kasus corona per tanggal 06 April 2020. Merinding saat melihat grafik peningkatan kasusnya. Setiap bertambah hari, ada penambahan 100 kasus. Padahal, akhir bulan ini sudah Ramadhan.
Barangkali, semenjak corona hadir ke bumi ini, langit mulai menata diri, dan penat udara sedang menikmati relaksasi. Hal ini tidak lepas dari upaya kita bersama dalam membatasi kegiatan sosial, WFH, belajar dari rumah, serta beribadah dari rumah.
Awal-awal, agaknya kebiasaan tak biasa yang harus dibiasakan ini membuat sebagian besar orang tidak nyaman, bosan dan banyak keluh. Tapi, karena corona belum berhenti melanda, banyak orang mulai sadar dan menata dirinya agar mampu berbuat lebih.
Hal ini sangatlah diharapkan, karena semakin cepat corona berlalu, semakin cepat pula kita lepas dari bencana.
Terang saja, akhir-akhir ini sektor perekonomian kita seakan sudah "ditembak" kakinya hingga pincang. Dolar melejit, perusahaan dan pabrik mulai setop beroperasi, harga sembako tidak stabil, sopir taksi kesepian, hingga UMKM pun mulai meraba-raba nasib penghasilan.
Tampaknya memang tidak mudah menjaga eksistensi dunia usaha di tengah pandemi corona. Usaha besar, mungkin bisa bertahan dan menghela nafas sejenak, tapi usaha kecil-kecilan? Bukannya menghela nafas, mereka malah berduka ditemani kesepian alias tanpa pelanggan.
Keadaannya makin sulit saat corona mulai menyerang harga bahan-bahan pokok, seperti gula pasir. Karena harganya yang naik, hinggaplah praduga bahwa ada oknum-oknum yang "main-main" dengan stok gula.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan salah satu penyebab kenaikan adalah masih ada pabrik gula yang menahan stok gula di gudang mereka, bahkan menjurus ke kartel.
Naik karena keterbatasan stok, mungkin kita bisa terima karena masih ada solusi impor. Tapi, kalau bau-baunya sudah penimbunan, itu sungguh keterlaluan.
Gula Aren "Kalah Manis" dari Gula Pasir
Mirisnya, gara-gara gula pasir naik kami juga ikut merana, terutama petani gula aren. Bagaimana tidak merana, harga gula aren sekarang jauh di bawah harga gula pasir. Padahal, sebelumnya belum ada kisah yang terbalik seperti ini.
Ucap ibu saya, gula aren dijual Rp. 16.000/kg, sedangkan gula pasir dijual Rp. 18.000/kg. Efek corona benar-benar mengerikan, hingga membuat gula aren kalah manis dengan gula pasir. Biasanya, harga gula aren selalu lebih tinggi daripada gula pasir, biarpun stok gula pasir diisukan menipis.