Jika ada pilihan mana yang lebih utama antara bakti dan gaji, rasanya hampir seluruh guru honorer di bumi Indonesia ini akan memilih bakti. Sesudah bakti barulah terpikir gaji, setelah keringat mulai bercucur barulah ingin berkisah tentang penghasilan.
Jawaban ini tidak tersanggahkan, karena dari sinilah tanda-tanda kemuliaan seorang guru itu muncul. Terlebih lagi jika kisah ini tentang guru honorer, maka masing-masing dari kita bisa menilai sendiri seberapa dalam bakti mereka.
Bakti ini tampak saat para guru honorer semangat dalam mengajar, saat guru honorer rela menggantikan jam guru PNS, saat guru honorer tulus mengucapkan "iya, Pak! " untuk lembur, hingga saat guru honorer sabar menantikan kepastian tanggal gajian.
Tugas dan tanggung jawab, mereka emban baik-baik. Beda dengan guru PNS, ada ketakutan tersendiri bagi para guru honorer jika saja mereka bermalas ria dan mencoba untuk tidak disiplin.
"Jangan-jangan nanti gaji saya dipotong!"
"Jangan-jangan nanti saya dipecat oleh kepala sekolah!"
Saat mulai malas, ketakutan ini kiranya akan bergeliat di dalam raga seorang guru honorer. Terang saja, profesi yang tertulis di absensi sebagai GTT (Guru Tidak Tetap) bukanlah hal yang mau selalu dipertahankan oleh kepala sekolah.
Jika tidak sungguh-sungguh bisa saja dipecat, dan kepala sekolah akan segera cari guru honorer lain dengan cepat. Kedengarannya cukup kejam, tapi begitulah tantangan sebuah profesi. Di sela-sela semangat mesti ada kesungguhan, semangat, dan kesabaran dalam menanti gaji.
Lah, guru honorer kok mesti sabar menanti gaji? Namanya juga GTT, yang berarti bahwa gajinya tidak selalu tetap tanggal keluarnya. Kadang 2 bulan sekali, gajian. Kadang 3 bulan sekali, dan bisa juga 6 bulan sekali.
Tanggal dapat gajinya juga tidak tetap. Kadang di tanggal muda, tanggal tengah, tanggal akhir, atau bahkan lewat dari tanggal dalam bulan gajian itu sendiri. Semua bergantung pada kebijakan sekolah.
Maka dari itulah, jika ada sesama rekan guru honorer bertanya tentang gaji, jawabannya sudah pasti sama-sama tidak tahu. Jangankan sesama rekan, bertanya kepada bendahara gaji di sekolah pun jawabannya juga kadang belum tahu. Lagi-lagi, kunci jawaban ada di kepala sekolah.
Dan jika guru honorer sudah mendengar jawaban tidak tahu dan belum tahu kapan akan gajian, maka saat itulah mereka perlu bersabar dan berbesar hati. Barangkali, beberapa guru honorer yang sedang butuh uang akan bersemak hati mendengarnya, tapi apa mau dikata.
Ini baru mendengar jawaban "belum dan tidak tahu", bagaimana jika guru honorer sempat ditanya tentang nominal gaji?
Lagi-lagi jawabnya akan bergantung kepada siapa yang bertanya. Jika yang bertanya adalah guru PNS maupun orangtua sendiri, maka seorang guru honorer bisa saja menjawabnya secara terang tanpa belepotan.