"Harus ada tindakan tegas. Harus ada konsekuensi yang sangat berat bagi pelaku yang bisa disebut dosa-dosa di sekolah kita," ungkap Nadiem di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/02/2020).
Jika diterka sekilas, tampaknya ketegasan Mas Nadiem kali ini akan berbuah aturan atau kebijakan berupa hukuman yang berat bagi para pelaku dan penyebar dosa pendidikan di sekolah.
Namun, baik paparan radikalisme maupun perundungan keduanya merupakan buah dari kurangnya pengawasan, selidik dan perhatian pihak-pihak yang bertanggung jawab dengan pendidikan.
Mas Nadiem bersama rombongan Kemendikbud rasanya tidak bisa mengamati dan mengawasi secara langsung. Darinya, koordinasi pemerintah dan dinas pendidikan dengan sekolah-sekolah setempat menjadi opsi penangkal dosa yang mesti digiatkan.
Lebih lanjut, seperti apapun ketegasan yang nanti akan diwujudkan Mas Nadiem, perihal pendidikan memang sangat kompleks hingganya harus ditangani dengan lintas kementerian.
Ingin mencegah radikalisme misalnya, pemerintah bisa saja menyarankan kuatkan pendidikan karakter di sekolah, tingkatkan kualitas tenaga pendidik, hingga mengajak guru agar jadi sosok teladan.
Tapi, radikalisme bisa masuk lewat celah lain seperti organisasi ekstrakulikuler maupun kebijakan sekolah. Lagi-lagi ini butuh pengawasan dan koordinasi.
Dalam mencegah/menangani kasus kekerasan seksual dan perundungan di sekolah, agaknya juga demikian.
Tidak efektif kiranya jika hanya guru yang terus dipacu kualitas dan mutunya sebagai tenaga pendidik sedangkan konten-konten negatif dibiarkan merajalela di dunia maya.
Okelah, situs porno mungkin sudah dibekukan. Tapi, jika kita melihat trending topik yang sering muncul di Twitter akhir-akhir ini agaknya terlalu seronok dan bisa meracuni pikiran anak-anak sekolah.
Akhirnya, kementerian dan pihak-pihak lain yang tidak langsung berhubungan dengan sekolah juga mesti saling mengisi, saling melengkapi dan saling mendukung penghapusan dosa pendidikan di sekolah. Semua mesti bergandengan tangan tanpa melulu harus menyalahkan.
Salam.