Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kasih PR Tidak Boleh, Ranking Juga: Apa Benar Ini Sekolah?

8 September 2019   13:48 Diperbarui: 10 September 2019   06:14 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengerjakan PR. (Gambar dari The Rowans School--rowans.org.uk)

Dengan seringnya memberikan soal HOTS, maka siswa akan terbiasa untuk "mencairkan otak" alias berpikir kritis. Hal ini tentu penting bagi kemantapan pemikiran siswa, karena semakin ke depan akan semakin banyak masalah kehidupan yang tidak bisa diselesaikan tanpa berpikir kritis.

Tetap Beri PR dan Ranking Kepada Siswa, dengan Catatan  . . .

Karena jam pelajaran di sekolah begitu singkat, maka pemberian PR mestinya tetap dilakukan oleh guru. Bukannya berpikir "tradisional", tapi dengan apalagi anak-anak bisa mengulang pelajaran, jika tidak dengan PR. Bukan berarti dengan PR anak-anak malah cenderung introvert.

Jika saja anak diberikan PR soal-soal HOTS, anak akan sering "menganggu" orang tuanya dengan berkali-kali menanyakan "bagaimana ini yah?", "bagaimana ini bu?", "jawabannya belum ketemu!".

Bahkan, guru dapat memberikan PR kreatif seperti meminta anak membuat laporan wawancara tentang tata cara pelaksanaan haji atau membuat laporan tentang kondisi geografis suatu desa. Dengan PR ini, anak mau tidak mau akan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar untuk menyelesaikan PR-nya.

Dan tak terlupa, tetaplah memberikan anak penghargaan. Memang benar bahwa ranking adalah salah satu penghargaan. Namun akan lebih baik lagi jika anak dihargai karena adabnya, karena akhlaknya, dan karena prestasinya.

Sebenarnya Kurikulum 2013 sudah punya itu. Ke empat aspek penilaiannya sudah sangat mendukung lahirnya generasi terbaik. Tapi lagi-lagi tidak akan indah sebuah metode jika hanya ada punishment saja, sedangkan rewards-nya dihapuskan. Rewards mesti tetap ada, dan tentu saja gurunya harus objektif.

Ending-nya, usaha guru adalah menciptakan anak-anak berprestasi baik dari sisi adab, akhlak, dan akademik. Maka dari itu, jangan melulu membebani guru dengan kebijakan-kebijakan yang fana bahkan tabu.

Guru yang profesional tentu akan mengajar dengan sebaik mungkin, walau setiap detik harus ganti Kurikulum, revisi Kurikulum, bahkan bertukar Menteri sekalipun. Sesekali, mereka para pengubah Kurikulum, pengubah Menteri, bahkan Menterinya perlu merenung perjuangan guru. Agar kedepannya menjadi orang yang lebih bijaksana.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun