Mohon tunggu...
OSTI  LAMANEPA
OSTI LAMANEPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - DEO GRATIA (RAHMAT ALLAH)

MAHASISWA FILSAFAT DAN TEOLOGI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Diri dalam Maria dan Kepemimpinan Berjiwa Kristus dalam Formasi Montfortan

17 April 2021   14:46 Diperbarui: 27 April 2021   13:47 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

     Oleh: Ostianus Ola Lamanepa, Mahasiswa Filsafat-Teologi Widya Sasana Malang

Belajar Memanajemen diri dalam Maria

Maria Sang Bunda Keheningan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh hidup Maria selalu dijiwai oleh keheningan. Keheningan membuat Maria mampu memanajemen hidupnya dengan baik. Maria mampu merenungkan seluruh misteri Allah yang terjadi dalam hidupnya dan menyimpannya dalam hati. Apakah kita sudah menjadi pribadi yang hening? Apakah kita bisa menyiapkan waktu sehari untuk hening? Maria menjadi model bagaimana kita menjadi pribadi yang hening. Maria selalu memanajemen hidupnya didalam Allah. Allahlah yang menjadi fokusnya untuk hidup yang lebih teratur. Disini Maria tidak lagi hidup dalam keinginan manusiawinya, melainkan seluruh peziarahan hidupnya dijalankan dalam iman dan pengharapannya akan Allah. Manajemen hidup Maria ini sungguh luar biasa disiplin. Disiplin diri yang baik, membuat Maria selalu mengarahkan seluruh pikirannya, dan pekerjaanya hanya untuk Allah semata. Maria selalu berhubungan dengan dunia bathinnya, sehingga ia tidak pernah menyombongkan dirinya, dan bahkan menyebut dirinya hamba Tuhan (Luk 1:30)

Sapaan kekharitomene, yang dikaruniai atau penuh rahmat dari malaikat Gabriel, membuat dirinya merasa dicintai oleh Allah. Ia merasa diri dicintai di dalam lubuk hatinya yang terdalam ketika ia mengakui bahwa Allah telah memperhatikan kerendahan hambanya (Luk 1:48). Penginjil Lukas memperkenalkan Maria dalam aktivitas yang digemarinya ketika menulis dalam Injil "Maria menyimpan segala perkara itu dalam bathinya dan merenungkannya" (Luk 2:19, Luk 2:51). Bilamana hati menjadi "tempat penyimpanan dan renungan" maka ia menghasilkan ilham kebijaksanaan. Bukankah gerakan hati yang paling kita percaya? Maria mendekatkan kita pada tingkat hati dan mengajarkan kita bagaimana harus menjadi orang yang mampu peka dalam seluruh hidup. Maria dapat dipercaya karena ia memperhatikan kemiskinan kita dengan penuh hormat, "mereka kehabisan anggur" (Yoh 2:3). Ia percaya akan kemampuan-kemampuan kita untuk membuka diri terhadap tantangan-tantangan baru, "apa yang dikatakan kepadamu buatlah itu" (Yoh 2:5). Kita sebagai Montfortan harus belajar dari Maria agar Maria membuat kita menjadi pribadi yang hening. Jika kita menghargai nilai keheningan dan berusaha mencari keheningan, maka kita bertumbuh subur di hadapan Allah dalam karya pelayanan kita.

Masa formasi Montfortan merupakan masa yang paling baik untuk memanajemen diri dalam Maria dan hidup dalam Maria. Hidup didalam Maria menjamin kita hidup dalam Kristus. Perutusan Maria adalah untuk membuat Yesus bertumbuh didalam diri kita. Kita harus menjadi manusia berjiwa Maria dan manusia secara istimewa berciri-ciri Kristus. Itulah panggilan kita yang sejati sebagai Montfortan. Hidup didalam Maria atau hidup didalam hati Maria memberikan kepada kita perasaan damai didalam bathin. Apabila kita sudah memperoleh rahmat yang mengagumkan ini karena kesetiaan kita, maka kita harus tinggal dengan rasa senang dalam bathin Maria yang indah, beristirahat disitu dalam damai, dan dengan penuh kepercayaan menemukan titiik sandaran kita di dalamnya (BS 264). Selain itu, hidup dalam Maria menjadikan kita misionaris-misionaris yang giat, bersemangat, dan berkobar-kobar dalam mewartakan Injil. Pelayan-pelayan sejati Perawan murni dengan sabda Injil yang terang benderang di mulut, serta rosario di tangan, menyala bagaikan api, dan menyinari kegelapan dunia bagaikan sang surya (DM 12). Injil harus terus-menerus diwartakan. Jika aku tidak memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil (1Kor 9:16).

Memanajemen diri dalam Maria berarti kita dipanggil untuk hidup dalam cara Maria, dalam tutur kata Maria, dan dalam keheningan Maria. Dalam Luk 11:27-28 dikatakan Maria berbahagia karena telah mengandung dan menyusui Yesus. Namun sebenarnya Maria disebut berbahagia bukan hanya karena telah mengandung dan melahirkan Yesus, melainkan lebih dari itu yakni karena dia mendengar, percaya, taat, menyimpan kata-kata Tuhan dan melaksanakannya. Maria menjadi contoh bagaimana cara mendengarkan sabda Tuhan dan menjadi contoh bagaimana menjadi murid Yesus. Maria juga menjadi teladan kemuridan yang setia dan percaya kepada Yesus. Maria dalam seluruh hidupnya, terus-menerus belajar untuk memahami rencana Allah dalam dan melalui Yesus. Apakah kita sebagai Montfortan sudah memanajemen diri dalam Maria?

Bercermin dari Yesus Sang Pemimpin Sejati

Yesus adalah Sang pemimpin sejati. Kita harus meneladani-Nya agar kita menjadi sempurna dalam hal kepemipinan. "Akulah Gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku (Yoh 10:14)". Kata-kata Yesus ini mempunyai makna yang sangat mendalam. Menurut hemat saya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang egonya sehat, ego yang mengakui keterlukaannya, yang menggali inspirasi dari jati dirinya yang sebenarnya, dan yang diarahkan oleh ilham rohani. Ego yang sehat adalah ego yang mampu mengolah luka-lukanya dibidang emosi, tubuh dan kejiwaan. Orang yang sudah mencapai taraf ego ini akan mampu memiliki kebebasan manusiawi dan rohani. Kita belajar berjiwa pemimpin yang baik seperti Kristus. Namun seringkali kita kurang menyadari hal ini sehingga formasi kita sebagai Montfortan, berjalan begitu saja tanpa menemukan gairahnya dalam Kristus.

Kita mungkin berpikir bahwa kepemimpinan kita memang yang paling baik. Tetapi disisi lain kita seperti tertekan karena satu dan dua hal. Banyak orang dalam masa sekarang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin yang terbaik. Mereka ingin memberikan yang terbaik untuk kepentingan umum baik itu kepentingan instansi pemerintahan, negara, bangsa, maupun kepentingan formasi bagi kaum religius. Pemimpin yang baik harus memiliki jiwa rohani. Kebebasan rohani memampukannya untuk dapat hidup dalam kekaguman dan untuk melaksanakan setiap karya Allah yang dijumpainya dalam setiap waktu. Jiwa rohani memampukannya menjadi pemimpin yang bijaksana dalam banyak hal.

Kita sering lupa bahwa hanya satu pemimpin yang paling sempurna. Pemimpin itu adalah Yesus, Sang pemimpin sejati, dan Sang Gembala yang baik. Kita harus belajar dari Yesus bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan sejati. Kita harus melihat Yesus sebagai pedoman dalam hal kepemimpinan. Apakah kita sebagai Montfortan sudah menyerupai Yesus dalam hal kepemimpinan? Apakah kita sudah mampu memanajemen diri dalam Maria? Pertanyaan ini memang sulit dijawab bila orang masih memegang prinsip akulah yang terbaik dalam hal kepemimpinan. Pemimpin atau gembala yang baik harus tahu dan mengenal domba-dombanya. Apabila dombanya tersesat, biasanya sang gembala akan terus-m3nerus mencari dan menyelamatkan yang hilang. Sang gembala mencari kita karena Sang gembala mencintai kita. Apakah kita sungguh percaya bahwa Yesuslah yang menjadi gembala kita dalam panggilan? Apakah kita sungguh percaya bahwa Yesus Sang pemimpin sejati?

Pemimpin Berjiwa Proyek dan Pemimpin yang Berjiwa Kasih

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun