Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

L’histoire se Repete-12: Nyonya Baru Raffles di Bengkulu

1 Juni 2010   03:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:50 1078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_154957" align="alignleft" width="210" caption="http://wftw.nl/bencoolen/bencoolen.html"][/caption] Saya sebenarnya bermaksud menjadikan postingan ini sebagai dongeng saya yang terakhir mengenai si Raffles. Tapi dongeng terakhir ini ternyata terlalu panjang pula untuk diceritakan. Jadi daripada sidang pembaca tertidur saat saya mendongeng ini maka saya putuskan untuk memecahnya menjadi 2 bagian. Semoga tidak membosankan ya, silakan menikmati. Apa yang terjadi jauh di Eropa ternyata berimbas pada wilayah yang begitu jauh seperti di Nusantara kita ini. Tahun 1813, Napoleon kalah perang. Konsekuensinya Republik Bataafse di Belanda runtuh dan Belanda otomatis menjadi negara merdeka lagi. Puteri tertua Raja Willem yang selama masa pendudukan Perancis terpaksa mengungsi ke Inggris, akhirnya kembali naik tahta untuk dinobatkan menjadi Raja Willem I. Biasa terjadi setelah kemenangan perang, pihak pemenang melakukan pertemuan untuk membahas pembagian kekuasaan paska kemenangan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Sekutu di Postdam saat Perang Dunia II yang berakibat pada terbelahnya Eropa menjadi blok barat dan blok timur. Nah, paska kekalahan Napoleon ini dilakukanlah pertemuan di London yang berbuahkan pada ditandatanganinya Traktat London 1814 pada tanggal 13 Agustus 1814. Berdasarkan traktat ini, Belanda mendapatkan kembali semua jajahannya kecuali wilayah koloni di Tanjung Harapan dan beberapa pulau di India Barat. Demikian pula tanah Jawa dan sekitarnya akhirnya kembali jatuh ke tangan Belanda. Perkecualian adalah Bengkulu, Pulau Bangka dan Pulau Belitong, daerah ini tetap menjadi wilayah kekuasaan Inggris. Mendengar ini, tentu saja Raffles marah dan tidak terima. Dia sangat mencintai tanah Jawa ini. Dia sangat mengagumi tanah ini dan selama 5 tahun masa pemerintahannya dia sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk kebaikan tanah Jawa ataupun sesuai kepentingan Inggris. Kalau semuanya ini diserahkan kembali ke Belanda, sia-sialah usahanya selama ini. Karena itulah beberapa kali Raffles melakukan korespondensi dengan London dan Gubernur Jenderal di India untuk membujuk mereka membatalkan Traktat London, terutama yang berhubungan dengan tanah Jawa. Di Tanah Jawa, dia berusaha keras mendekati para sultan di Jawa agar tidak mau menerima kedatangan Belanda. Mungkin, Raffles percaya diri bahwa karena semua usaha positifnya selama ini pastilah tanah Jawa sudah terkesan dengan Inggris dan akan menentang kedatangan Belanda. Segala upayanya gagal total. Tahun 1816, Raffles akhirnya menyerah. Dia menurut saja ketika harus dipanggil pulang ke Inggris. Dengan berlinang air mata dia meninggalkan tanah Jawa yang dikasihinya itu. Untuk memudahkan penyerahan tanah Jawa kepada Belanda, Inggris menugaskan John Fendal sebagai pengganti Raffles untuk menyerahkan kekuasaan atas Tanah Jawa kepada Commissarisen Generaal Belanda yang terdiri atas Van der Capellen (akhirnya menjadi Gubernur Jenderal), Elout dan Buyskens. Sebenarnya penggantian ini juga didasari atas kekecewaan Gubernur Jenderal Inggris di India (Lord Hastings, pengganti Lord Minto) terhadap kinerja keuangan yang buruk saat pemerintahan Raffles di Tanah Jawa. Karena itulah Raffles segera kembali ke Inggris sekalian untuk membersihkan namanya dari tuduhan tersebut. Konon, dalam rute pelayaran ke Inggris tersebut, dia sempat mengunjungi Napoleon dalam pengasingannya di pulau St. Helena. Seperti yang pernah saya ceritakan sebelumnya kalau Raffles menikah dengan Olivia Marianne Fancourt nee Devenis saat dia bekerja di Penang tahun 1805. Marianne saat itu adalah janda mendiang seorang asisten dokter bedah di Madras, Jacob Cassivelaun Fancourt yang meninggal di tahun 1800. Nasib yang menimpa Marianne ternyata juga dirasakan Raffles yang sudah menduda sejak meninggalnya Marianne di tahun 1814 di Istana Bogor. Saat masih di Inggris Raffles akhirnya menikah lagi dengan Sophia Hull tanggal 22 Februari 1817. Padahal sebenarnya sudah ada puteri bangsawan lain yang naksir berat sama Raffles lho. Tapi itulah cinta, terkadang tak bisa ditebak he..he.. Tanggal 15 Oktober 1817, dia mendapat penugasan sebagai Gouvernor General of Bencoleen atau di Bengkulu, sekarang. Berangkatlah dia bersama Lady Sophia yang tengah mengandung tua dalam pelayaran ke Bengkulu. Takdir Raffles juga menurun kepada anak pertamanya ini. Kalau dulu dia dilahirkan di atas kapal di pelabuhan Jamaica saat ayahnya Benjamin Raffles menjadi kapten, demikian pula dengan anak pertamanya. Dalam pelayaran inilah, Lady Sophia melahirkan putri pertama yang diberi nama Charlotte Sophia Tanjung Segara Raffles. Tampaknya, karena saking cintanya pada Tanah Jawa, Raffles mengikuti saran Raden Rana Dipura, pengiringnya, yang mengusulkan untuk menyisipkan kata bernuansa Jawa (yang berarti Lotus of the sea atau Lily of the ocean) dalam nama puteri pertamanya ini. Ngomong-ngomong saya mengikuti jejak Raffles ini lho sehingga menamakan kedua anak laki-laki saya dengan nama Jawa pula, yaitu Laksmana Kinasih dan Lentera Kahanan Swarga, keren ya ? he...he...Dasar orang tua suka muji diri sendiri he..he.. [caption id="attachment_154954" align="alignleft" width="225" caption="Prajurit Inggris di bengkulu. http://wftw.nl/bencoolen/bencoolen.html"][/caption] Berbicara mengenai Bengkulu, wilayah ini sudah menjadi wilayah bercokolnya kekuasaan Inggris sejak abad ke 17. Semuanya bermula saat di tahun 1682, VOC mengungguli EIC (kongsi dagang Inggris) dalam kesepakatan dengan Kesultanan Banten untuk monopoli rempah-rempah di Nusantara. EIC kemudian harus mencari tempat lain untuk menyingkir dari keganasan VOC. Awalnya Inggris ingin mendirikan pangkalan dagang di Aceh tapi ditolak oleh sang sultana Aceh, Sultana Zakiyat-ud-udin Inayat Syah. Inggris sebenarnya berencana ingin ke Pariaman dan Barus di Sumatera Barat. Mereka kemudian mengalihkan perhatian ke Bengkulu karena kebetulan penguasanya mengirimkan surat lebih dahulu bahwa mereka sudi menerima Inggris dalam rangka mendirikan pos perdagangan. Hal ini bisa dipahami karena wilayah Bengkulu selalu dalam posisi terjepit oleh politik ekspansionis Kesultanan Banten di selatan dan Aceh di utara. Di tahun 1685 Inggris sampai di Bengkulu dan diterima oleh penguasa Bengkulu saat itu yaitu Orang Kaya Lela dan Patih Setia Raja Muda. Akhirnya Inggris diijinkan mendirikan pangkalan pertama di Fort York yang berfungsi juga sebagai gudang lada. Di tahun 1714, mengingat kondisi benteng yang sudah parah dan banyaknya orang Inggris yang tewas karena malaria dan disentri, Inggris kemudian memindahkan pangkalannya ke Benteng Marlborough yang diselesaikan di tahun 1741. Ngomong-ngomong tentang Benteng Marlborough, inilah benteng kedua yang dibangun oleh Inggris di wilayah Hindia. Satunya adalah di Madras, India. Benteng ini dibangun dengan mendatangkan kuli dari India dan orang-orang India ini ternyata tak pernah bisa kembali ke negerinya. Inilah cikal bakal Kampung Keling di Bengkulu. Benteng ini dikenal kuat terhadap gempuran meriam, dibangun dengan menggunakan campuran batu gamping, batu bata merah dan batu kapur, dan masih berdiri kokoh sampai saat ini. [caption id="attachment_154932" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=47920 "][/caption] [caption id="attachment_154933" align="aligncenter" width="300" caption="http://historyofbengkulu.blogspot.com/2008/07/perkembangan-arsitektur-kota-bengkulu.html"][/caption] [caption id="attachment_154935" align="aligncenter" width="300" caption="http://historyofbengkulu.blogspot.com/2008/07/perkembangan-arsitektur-kota-bengkulu.html"][/caption] Sebenarnya ada satu pangeran yang tidak disukai oleh Inggris karena diam-diam berdagang dengan Belanda pula, namanya Raja Selebar Pangeran Nata Diraja. Tanggal 4 November 1710, oleh Inggris dia diundang menghadiri jamuan makan di dalam benteng Fort York, tapi oleh Inggris dia dibunuh dalam jamuan tersebut. Rakyat Bengkulu marah dan dendam terhadap Inggris sehingga tanggal 23 Maret 1719 mereka melakukan perlawanan terhadap Inggris, bahkan ada penguasa lain seperti Sultan Mansyur (raja Muko-muko) dan Sultan Sulaiman yang turut melawan. Rakyat berhasil menduduki benteng Fort Marlborough dan Inggris akhirnya terusir dari bumi Bengkulu pada tahun 1719 dan baru diijinkan kembali lagi ke Benteng Marlborough di tahun 1742. [caption id="attachment_154955" align="aligncenter" width="228" caption="Rakyat bengkulu. http://www.gutenberg.org/files/16768/16768-h/16768-h.htm"][/caption] Insiden perlawanan rakyat Bengkulu juga terjadi pada tanggal 27 Desember 1807. Rakyat Bengkulu yang begitu dendam pada Residen Thomas Parr karena berlaku sewenang-wenang dan menginjak-injak tradisi adat pribumi Bengkulu, akhirnya membunuh beramai-ramai Thomas Parr di rumahnya di Mount Felix. Sekretarisnya yang berusaha menyelamatkannya, Charles Murray, akhirnya juga meninggal dunia tanggal 7 Januari 1808. Takut jenasahnya akan dirusak oleh rakyat Bengkulu yang masih marah, keduanya dimakamkan di dalam benteng Marlborough. Sementara pemerintah Inggris membangun Monumen Parr untuk mengenang jasa-jasa Thomas Parr. Monumen itu masih berdiri sampai sekarang. [caption id="attachment_154936" align="aligncenter" width="225" caption="http://thebencoolen.blogspot.com/"][/caption] Bengkulu sebenarnya koloni Inggris yang tidak terlalu menguntungkan. Wilayah ini hanya punya makna strategis bagi Inggris untuk menjaga persaingan dengan Belanda di Nusantara. Sejarah perdagangan di Bengkulu dimulai tahun 1511 saat Malaka jatuh ke tangan Portugis. Sejak itu, para pedagang dari Arab dan India lebih suka melewati pelabuhan-pelabuhan di pantai barat Sumatera ketimbang lewat Selat Malaka. Inilah yang membuat pelabuhan di Bengkulu menjadi ramai. Tapi selain jalur perdagangan, kondisinya yang berrawa-rawa menjadikan Bengkulu sebagai daerah penyebaran penyakit malaria dan disentri. Bayangkan, sejak tahun 1685 sampai 1824 (120-an tahun), ada 709 orang Inggris yang tewas. Itulah kenapa kelak kemudian Belanda membuat Bengkulu sebagai tempat pembuangan tokoh-tokoh perlawanan seperti Sentot Alisyahbana dan juga Bung Karno. Bung Karno bahkan mendapatkan sakit bawaan malaria yang akan terus membekas sampai tutup usianya. Dari kacamata ekonomi Inggris, pendapatan Inggris dari Bengkulu hanyalah berasal dari ekspor Lada, sungguh tak sebanding dengan ongkos biaya dan nyawa yang dibayar oleh Inggris selama masa kekuasaannya. Itulah tantangan yang harus dihadapi Raffles dalam penugasan barunya ini. Demikianlah, akhirnya pada tanggal 22 Maret 1818, Raffles mendarat di Bengkulu bersama sang istri, Lady Sophia, puteri pertamanya Charlotte Sophia Tanjung Segara Raffles serta seorang pengiring dari Jawa bernama Raden Rana Dipura. Saat itu Raffles menyaksikan Bengkulu dalam kondisi hancur karena gempa bumi sehingga dijuluki "Kota Mati". Karena itulah hal pertama yang dilakukan Raffles adalah membangun Bengkulu seperti sedia kala. Selama di Bengkulu Raffles dan keluarganya tinggal di istana gubernur yang sekaligus berfungsi sebagai kantor gubernur yang lokasinya sekitar 300 meter dari benteng Fort Marlborough. Dia sempat menyuruh seorang pelukis Cina untuk melukis istananya ini di tahun 1824. Di bawah inilah lukisan itu. Bandingkan dengan foto gedung yang sama di bawah yang saat ini berfungsi sebagai rumah dinas Gubernur Bengkulu. [caption id="attachment_155100" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.guardian.co.uk/environment/gallery/2009/jun/04/gallery-raffles-ark-redrawn?picture=348398701"][/caption] [caption id="attachment_154937" align="aligncenter" width="300" caption="http://rejang-lebong.blogspot.com/2008/05/bengkulu-tempo-doeloe.html"][/caption] [caption id="attachment_154939" align="aligncenter" width="300" caption="http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=809730&page=2"][/caption] Sebagaimana yang dilakukan Raffles di Jawa, di Bengkulu Raffles juga menerapkan aturan yang membatasi perbudakan. Dia juga melarang judi adu ayam yang saat itu marak di Bengkulu. Tampaknya Raffles ingin melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang sama dengan di Jawa dulu untuk membuat Bengkulu terkesan dengan kepemimpinannya. Tapi, mungkin yang paling fenomenal adalah saat dia, sang istri dan dr. Arnoldi dibuat terpukau saat menyaksikan bunga berukuran raksasa bernama Sirih Hantu atau Petimun Sikilili di desa Pulau Lebar, Lubuk Tapi, Bengkulu Selatan. Kelak bunga raksasa berbau bangkai ini memiliki nama ilmiah Rafflesia Arnoldi. Saya sudah ceritakan hal ini di serial ke-10 bukan ? Yang membuat saya kagum, selama di Bengkulu Raffles juga rajin melakukan penelitian botani maupun zoologi. Ini tampak dari koleksi sketsa dan lukisan hewan maupun tumbuhan khas yang dia punya. Kalau tertarik, silakan mengakses koleksinya di http://www.guardian.co.uk/environment/gallery/2009/jun/04/gallery-raffles-ark-redrawn?picture=348398701 Secara garis besar Raffles ingin memulai lembaran baru dengan isteri tercintanya yang baru di tanah yang baru ini, Bengkulu. Istrinya melahirkan 4 anak lagi selama mereka tinggal di Bengkulu. Tapi nasib orang siapa yang tahu ? Siapa sangka Raffles menemui tragedi yang menimpa keluarganya di sini pula. Sebuah tragedi yang maha besar, di tengah-tengah himpitan tekanan dari kepentingan pragmatis kolonial Inggris, membuat Raffles hampir gila saja tampaknya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi ? Ini yang tampaknya tidak banyak dari kita yang tahu. Saya akan ceritakan di serial berikutnya saja ya. Harap bersabar he..he....

Sumber kepustakaan:

  1. Capt. RP Suyono, Peperangan Kerajaan di Nusantara, Grasindo, Jakarta, 2003
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Bengkulu-Inggris
  3. http://www.potlot-adventure.com/2009/08/15/bengkulu-sejarah-dan-pantai/
  4. http://sejarahbangsaindonesia.co.cc/1_7_Sejarah-Bengkulu.html
  5. Agus Setiyanto, Perlawanan Rakyat Bengkulu Pada Masa Penjajahan Inggris dan Belanda, 2008. http://agussetiyanto.wordpress.com/tag/sejarah-bengkulu/
  6. http://wisata-sejarah.blogspot.com/2009/03/rumah-kediaman-thomas-stamford-raffles.html
  7. Bonny Tan, Sophia Hull, writen on 17 April 1999, National Library Board Singapore. http://infopedia.nl.sg/articles/SIP_785_2005-01-24.html
  8. Vernon Cornelius Takahama, Sir Stamford Raffles’s Family, written on 02 Nov 1999, National Library Board Singapore. http://infopedia.nl.sg/articles/SIP_931_2004-12-23.html
  9. http://www.gutenberg.org/files/16768/16768-h/16768-h.htm
  10. http://wftw.nl/bencoolen/bencoolen.html

(Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 1 Juni 2010)

Serial L’histoire Se Repete:

  1. Palembang, Sisi Gelap Raffles
  2. Penjajah Muda Multi Talenta
  3. Sejak kapan lalu lintas kita memakai jalur kiri ?
  4. Batavia nan Pengecut
  5. Andai Daendels menjadi presiden RI
  6. Kita pernah dijajah Perancis lho
  7. Sejak kapan nusantara belajar korupsi ?
  8. Benarkah Belanda menjajah kita selama 350 tahun ?
  9. Kekuatan sumpah
  10. Saving Private Ryan dalam sejarah revolusi Indonesia
  11. Suka membeli kapal bekas
  12. Samudera Indonesia atau Lautan Hindia ?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun