Mohon tunggu...
Orin Sabrina Pane
Orin Sabrina Pane Mohon Tunggu... Lainnya - Hi! I'm just a curious girl in a curious world!

I can't not write.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pembubaran Ormas: Kewenangan Pemerintah atau Pengadilan?

17 Februari 2021   00:02 Diperbarui: 13 April 2022   14:30 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Organisasi Kemasyarakatan atau biasa disingkat dengan Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Keberadaan Ormas tidak dapat dipisahkan dari hak dan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh Konstitusi. Ormas adalah salah satu wadah dalam menjalankan kebebasan tersebut. 

Saat ini, secara legal formil ketentuan mengenai Ormas diatur dalam UU RI Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perpu No.2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan menjadi UU. 

Ada beberapa catatan penting yang menjadi materi muatan perubahan UU Ormas tersebut, salah satunya adalah dalam hal pemberian sanksi administratif terhadap Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam beberapa ketentuan pasal di UU tersebut. Sebelum diubah, pemberian sanksi administratif terhadap Ormas mencakup 4 (empat) hal yaitu : (1) peringatan tertulis, (2) penghentian bantuan dan/atau hibah, (3) penghentian sementara kegiatan, dan (4) pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum. Pasca perubahan, pemberian sanksi penghentian bantuan dan/atau hibah dihapuskan sehingga hanya dikenal 3 sanksi administratif yaitu : (1) peringatan tertulis, (2) penghentian kegiatan, (3) pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Apabila kita cermati lebih jauh, maka dapat kita temui fakta yuridis bahwa pemberian sanksi berupa pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum dalam rezim UU No.16 Tahun 2017 Tentang Ormas tidak lagi melibatkan lembaga peradilan. 

Kewenangan tersebut menjadi kewenangan mutlak yang dimiliki oleh Pemerintah yaitu Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Hal ini termaktub jelas dalam Pasal 62 ayat (3) UU Ormas terbaru. Ini jelas berbeda dengan ketentuan mengenai pembubaran ormas dalam UU No.17 Tahun 2013 yang dengan tegas menyatakan bahwa sanksi pencabutan status badan hukum dapat dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

 Berangkat dari ketentuan tersebut, maka menjadi pertanyaan bagi kita semua manakah lembaga yang lebih tepat untuk diberi kewenangan membubarkan Ormas? . Apakah memberi kewenangan mutlak kepada Pemerintah adalah desain ideal bagi kedewasaan berdemokrasi di Indonesia? . Atau keterlibatan lembaga yudikatif adalah merupakan suatu keharusan? .

Pembubaran Ormas Oleh Pemerintah dan Kaitannya dengan Asas Contrarius Actus

Salah satu logika berpikir yang digunakan  untuk meniadakan keterlibatan dari lembaga peradilan dalam proses pencabutan status badan hukum ormas adalah didasari pada asas Asas contarius actus, yaitu asas dimana pejabat yang berwenang menerbitkan surat keterangan/ surat keputusan juga berwenang untuk melakukan pencabutan. Hal ini dapat di lihat dalam Penjelasan pasal 61 ayat (3) UU Ormas. 

Namun bagaimana sebenarnya hakikat dari Asas Contrarius Actus itu sendiri?.

Philipus M.Hadjon dan Tatiek Sri Djamiati memberi definisi bahwa Asas contrarius actus yang merupakan asas dalam hukum administrasi negara  adalah badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan keputusan tata usaha negara dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya. 

Dalam konteks hukum positif, asas contrarius actus ini telah banyak diterapkan. Seperti dalam UU Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, di mana dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan Badan/Pejabat TUN untuk mencabut Keputusan TUN ybs. Selain itu dapat di lihat pula dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dimana Menteri yang menerbitkan keputusan pengesahan Partai Politik menjadi Badan Hukum juga diberi kewenangan untuk mencabut status badan hukum Partai Politik yang dimaksud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun