Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Mari Belajar dari Prabowo Subianto

18 April 2019   06:37 Diperbarui: 18 April 2019   07:16 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosok Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Proses pemilihan umum calon legislatif dan calon presiden baru saja berakhir kemarin. Meski ada banyak temuan masalah teknis di lapangan di beberapa daerah, proses pemilihan tetap berjalan sebagaimana layaknya. Tercatat ada banyak TPS yang mesti melakukan pemungutan suara ulang. 

Di Papua sendiri ada beberapa distrik yang terpaksa melaksanakan pemilu susulan karena keterlambatan waktu tiba logistik dan rencananya baru akan hari ini melakukan pemungutan suara.
             
Kemarin, sebagaimana hasil putusan MK yang menolak uji materi quick count sebelumnya, maka rilis hasil quick count lembaga-lembaga survei yang sudah terverifikasi oleh KPU baru bisa dilakukan pukul 15:00 WIB. Atau dua jam setelah ditutupnya TPS.
               
Dalam rilis hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei terpercaya itu pasangan Joko Widodo - Ma'aruf Amin unggul atas pasangan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dengan selisih variatif rata-rata 9% dengan persentase data masuk yang sudah 97% sampai tulisan ini dibuat. 

Artinya, jika kita menilik kasus yang lalu-lalu maka hampir bisa dikatakan bahwa Joko Widodo akan tetap menjadi presiden. Bukan tanpa alasan. Selain selisih yang cukup berjarak, kekuatan akurasi quick count pun begitu tinggi.                
           
Setelah semua itu. Sore hari waktu Jakarta tiba. Dua kandidat naik melakukan konferensi pers. Prabowo Subianto mengaku menang berdasarkan quick count dan exit poll yang dilakukan tim internalnya. Ia juga menyayangkan masalah-masalah lapangan yang dianggap merugikan untuknya. 

Di lain tempat Joko Widodo bersama pimpinan partai pengusung juga melakukan konferensi pers. Berbeda dengan Prabowo, Joko Widodo hadir dengan bicara yang lebih tenang. Tak ada klaim kemenangan meski unggul.          
             
Di media sosial, hal yang sudah diprediksi pun terjadi. Jika pasangan Jokowi - Ma'aruf unggul quick count maka akan muncul ketidakpercayaan dari pihak pendukung Prabowo - Sandi. Benar saja. 

Di berbagai ranah media sosial pendukung Prabowo - Sandi yang biasa disebut kampret itu nampak kepanasan dengan berbagai postingan rasa ketidakpercayaan mereka. 

Mulai dari menyatakan dicurangi sampai muncul gerakan matikan televisi karena menganggap semua televisi sudah dibayar oleh satu pihak untuk menggiring opini publik. 

Tak cukup itu, rencananya hari Jumat besok akan digelar acara jalan sampai Monas dan melakukan salat Jumat dirangkaikan doa syukur kemenangan pasangan Prabowo Sandi.        
       
Agak geli memang kenyataan begitu. Ada kesan seperti tidak mau menerima kekalahan. Padahal semenjak awal sudah mengaku sebagai pemilik akal sehat tetapi malah sibuk bersiasat. 

Kini bisa kita bayang-bayangkan bagaimana kelak anak-anak kita mengingat bahwa pernah ada kelompok manusia di Indonesia ini yang mengklaim punya akal sehat tapi justru terlihat tidak punya akal hanya gara-gara hal sepele.
           
Untuk apa mengamuk membabi-buta di media sosial hanya karena tersindir dengan quick count. Toh bukankah itu belum real count. Seharusnya yang punya akal sehat memahami itu. 

Apalagi quick count hanyalah penghitungan sampel yang belum menyeluruh. Dan meski punya akurasi tinggi, hasil akhir masih bisa berubah. Kan begitu. 

Tapi kaum kampret seperti tidak punya akal lagi. Koar-koar menentang hasil quick count dan lupa bahwa pengumuman resmi baru akan dilakukan sebulan kemudian oleh lembaga penyelenggara yang lebih berhak. Mereka itu tampak tidak sabar untuk melihat Prabowo Subianto jadi presiden.
       
Kampret memang aneh. Padahal mereka sejak jauh hari sudah menyiapkan pesta kemenangan meski nantinya hanya lewat quick count tapi malah loyoh seketika hanya gara-gara quick count itu sendiri. 

Setelahnya quick count dituding sebagai rekayasa. Mereka mengaku jagoannya menang di lapangan hanya bermodalkan postingan Facebook dengan kemenangan di beberapa TPS saja yang kalau pun ditotal tidak akan sampai seratus ribu suara.
             
Sekali lagi kampret memang aneh. Bertahun-tahun nyinyir di masa pemerintahan berkuasa. Di tahun pertarungan, mereka justru jadi tumbal ambisi besar seorang tokoh saja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun