"Ayah, Â itu Azka mukul perut Kaka," lapor Dafa sambil menangis menahan rasa sakit. Kena pukul, Â kena lempar barang, ketendang, jatuh terdorong, Â kejedot dan lain sebagainya adalah hal-hal yang biasa terjadi di antara keduanya. Awalnya hanya bercanda, akhirnya salah satunya ada saja yang menangis karena bertengkar. Entah karena tidak sengaja, Â gemes yang berlebihan atau emosi.
Dafa, Kakak yang sudah duduk di bangku SD kelas 2 itu memang suka melaporkan adik kandungnya, Azka pada Ayah dan Ibunya ketika melakukan hal-hal yang dilarang. Azka sendiri adalah anak yang baru melewati usia balitanya dan bakal berusia 6 tahun di bulan Juli nanti masih sangat labil emosinya. Karena belum bisa mengontrol emosi ditambah gemes yang berlebihan, maka setiap candaan yang ia lakukan dalam keseharian bersama Kakaknya selalu berujung pertengkaran.
Awalnya kami, sebagai orang tua terpancing emosi setiap melihat mereka bertengkar. Menasihati sambil melarang untuk bertengkar kembali. Dafa kami minta untuk mengalah karena sebagai Kakak. Oleh sebab itu, Â dia lebih sering menangis kesakitan ketimbang membalas perbuatan Azka yang ringan tangan.
Selanjutnya, mungkin karena capek atau bosan saban kami mendapati mereka berdua bertengkar, kami biarkan. Namun tetap kami ajarkan untuk saling memaafkan. Ternyata dengan demikian mereka sendiri yang menyelesaikan konfliknya. Boleh jadi mereka berdua itu mudah bertengkar, Â tapi gampang pula akurnya.
Benci tapi rindu. Barangkali itu kalimat yang sesuai bagi dua saudara kandung yang usianya selisih 3 tahun. Saat mereka bertengkar mungkin hati mereka benci, tapi Azka selalu mencari dan ingin ikut Kakaknya bila pergi main. Begitu pula Dafa, Â meski suka dipukul akibat gemes 'over' adiknya, dia selalu ingin mengajak main dan menggoda Azka.
Marah Tapi Sayang. Mungkin itu pula ekspresi tepat yang dapat digambarkan untuk keduanya. Baru-baru ini, Â setelah kejadian gempa berkekuatan 5,1 Skala Richter, Â Rabu siang kemarin (24/01) yang bersumber di 72 km barat daya Lebak, Â Banten pada kedalaman 42 km turut menggetarkan rumah kami di Perumahan Baros Riverside, Baros Sukabumi.
Di saat gempa itu datang, Dafa, Â Azka dan Ibu keduanya langsung lari keluar rumah. Ibunya khawatir luar biasa, Â sedangkan keduanya menganggap gempa itu biasa saja. Namun, Â ketika malam tiba saat itu juga, Â Dafa terlebih dahulu tidur di kursi sofa depan TV. Sedangkan Azka, di kamar bersama Ibunya ngobrol.
"Ibu, Â nanti kalau ada gempa lagi gimana, Â Kakak sudah tidur loh di depan TV sendirian," ujar istri saya bercerita menirukan ungkapan Azka. Dari situ, kami menilai dan menyimpulkan bahwa semarah apapun karena labilnya Azka dalam mengontrol emosi, dia sangat sayang kepada Kakak kandungnya, Dafa.