Mohon tunggu...
Mansyur Djamal
Mansyur Djamal Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Patronase pada Pilgub Maluku Utara 2017

14 Oktober 2017   09:17 Diperbarui: 14 Oktober 2017   09:38 1003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Gubernur Maluku Utara tahun 2018 menarik jika dilihat dari perspektif politik patronase. Patronase tidak terlepas dari kontestan yang ikut memperebutkan kursi orang nomor satu Gosale puncak, mereka tak lain Walikota Ternate, Tidore, Bupati Haltim, Mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Sula, Halbar, Halut dan Gubernur (incumbent). Pilgub kali ini dapat dikatakan sebagai pertarungan para penguasa daerah yang kelak menyajikan politik transaksional dan politisasi birokrasi. Sebagai penguasa dan mantan pejabat sudah tentu mengetahui bagaimana menggerakan uang, sumbangan dan pemanfaatan program guna mendapatkan dukungan masyarakat. 

Politik patronase tidak terlepas dari budaya patron clienyang dimana hubungan antara penguasa dan rakyat dalam pengambilan keputusan politik sangat dipengaruhi oleh faktor materi. Kekuatan patronyang terletak pada kekuasaan dan pengendalian sumber daya berpengaruh pada pilihan client(rakyat), dimana pola hubungan antara patron dan clientbersifat transaksional yang saling menguntungkan.       

Seperti diungkapkan oleh Gaffar (2006), pola hubungan dalam konteks ini bersifat individual. Antara dua individu yaitu si Patron dan si Client, terjadi interaksi yang bersifat resipkal atau timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya (exchange of resources) yang dimiliki oleh masing-masing pihak. Kekuatan patron bertumpuk pada kekuasaan, kekayaan dan uang. Sedangkan Client memiliki tenaga, dukungan dan loyalitas. Gaffar, menambahkan yang paling banyak menikmati hasil dari hubungan ini adalah patron.      

Sedangkan  Aspinall dan Sukmajati (2015) mendefenisikan patronase sebagai pertukaran keuntungan demi memperoleh dukungan politik. Patronase merujuk pada  materi atau keuntungan lain yang didistribusikan oleh politisi kepada pemilih atau pendukung. Dengan demikian politik patronase sebagai intrumen untuk mencapai kekuasaan, intrumen ini lebih bersifat transaksi  yang dikemas dalam bentuk sumbangan, pemberian dan pembelian, baik itu diberikan langsung atau melalui perantara.

Politik patronase dalam demokrasi lokal telah menjadi bagian dari strategi pemenangan kandidat, praktik tersebut paling efektif mendulang dukungan rakyat walaupun pemimpin tersebut tidak diketahui pemilih. Dampaknya partisipasi pemilih menjadi pragmatis dan oportunis akibat semakin lihai praktik money politic dan pemberian materi oleh kandidat. Selain itu, demokrasi sebagai media seleksi pemimpin tercoreng dengan dinamika jual beli suara antara penjual (pemilih) dan pembeli (kandidat). Selain itu politik patronase dengan biaya tinggi berdampak pada korupsi kepala daerah.

Bentuk Patronase Politik

Separuh elite telah meyakini bahwa politik patronase sebagai solusi meraih suara terbanyak serta jalan pintas meraih kemenangan dengan cara membeli suara, pemberian barang dan janji politik. Peristiwa transaksional yang berlangsung pada demokrasi lokal telah menyimpang dari prinsip-prinsip berdemokrasi, dimana pilkada tidak berlangsung jujur, adil, transparan dan akuntabel. Beberapa bentuk politik patronase perlu mendapat perhatian bersama pada Pilgub 2018.

Pertama, pembelian suara (vote buying). Prektek ini sangat marak terjadi ketika menjelang masa kampanye dan hari pencoblosan, para calon dan tim sukses membagikan uang kepada pemilih, baik secara terbuka dan tertutup dengan nilai yang telah ditentukan. Pembelian suara yang dilakukan oleh kandidat dan tim sukses sudah tentu luput dari pengawasan dan kemampuan melihat celah dari regulasi yang ada. Para kandidat dan tim sukses senantiasa menggunakan pengaruh tokoh masyarakat, birokrasi dan kepala keluarga menyalurkan uang kapada pemilih, cara ini sangat efektif mempengaruhi psikologi masyarakat pemilih dan menghindari laporan politik uang.  

Kedua, pemberian sumbangan (Club gods). Semenjak pencalonan, para kontestan menjadi seorang dermawan yang gemar memberikan bantuan untuk kelompok masyarakat, komunitas sosial, dan keagamaan. Praktik ini terlihat jelas pada sosialisasi calon atau tatap muka dengan masyarakat, kandidat memberikan sumbangan (materi) secara langsung kepada penerima dengan tujuan mendapatkan simpati dan dukungan pemilih. Sasaran dari club gods adalah tempat ibadah, kelompok pengajian, pengrajin, komunitas pemuda, kelompok nelayan, kelompok petani dan organisasi profesi lainnya yang memilih hak pilih dan pengaruh dalam setiap lingkungan, pemberian sumbangan berdasarkan permintaan dan insiatif kandidat.           

Ketiga, pork barrel. Pemanfaatan program pemerintah yang dikhususkan untuk wilayah tertentu, hal ini terlihat dari kegiatan pembangunan infastruktur yang diperuntukan pada wilayah tertentu dengan mempertimbangkan daerah basis, pemilih potensial dan basis lawan politik. Selain itu pork barrel dapat berbentuk program dan kegiatan satuan kerja perangkat daerah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, baik itu kegiatan pelatihan, pemberian modal kerja dan pemberdayaan.  Praktik ini dapat dilakukan oleh calon gubernur baik itu incumbent maupun kepala daerah aktif ditingkat kabupaten dan kota.

Untuk melancarkan politik patronase para kontestan mengunakan perantara untuk menjangkau semua wilayah dan pemilih, peran perantara atau tim sukses menjadi penting ketika terdapat kesenjangan antara elite dan masyarakat serta rendahnya elektabilitas kandidat. Tim sukses bertugas melakukan politik pencitraan, meyakinkan pemilih, memfasilitiasi pertemuan, menyalurkan bantuan barang dan uang. Peran yang tak kalah penting adalah  mempertemukan kandidat  dengan penyelenggara yang memiliki hubungan emosional. Untuk mengetahui sejauh mana dampak dari vote buying, club gods dan pork barrelkandidat dan tim sukses menggunakan hasil survey sebagai dasar pijakan. Dengan demikian politik patronase berlangsung antara pemilih dengan kandidat dan antara pemilih dengan tim sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun