Mohon tunggu...
Yusrin Sangaji
Yusrin Sangaji Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kearifan Lokal Tantangan dan Peluang

28 Juli 2017   01:17 Diperbarui: 28 Juli 2017   01:21 3738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saatnya kearifan lokal harus mendapatkan perhatian lebih untuk ikut andil dalam ruang masyarakat serta pemerintah, guna menjawab tantangan arus perubahan globalisasi yang terjadi kian pesat seperti sekarang ini. Menjaga supaya perubahan globalisasi tidak mengeksploitasi struktur tatanan nilai yang telah lama hidup dimasyarakat baik dalam dimensi antropologi, sosial, ekonomi, lingkungan, pemanfaatan lahan, tata ruang pola permukiman dan lain sebaginya. Sadar dan menyadarinya sebagai sebuah setting sosial di tengah-tengah gemuru arus perubahan globalisasi merupakan suatu tahapan untuk melakukan defense terhadap lajunya arus informasi yang memiliki efek domino terhadap tatanan hidup berbangsa dan bernegara.

Menghidupkan kembali nilai-nilai lokal dalam era sekarang ini, adalah pilihan yang terbaik, kearifan lokal memiliki keunggulan dalam menjaga serta menjamin kelangsungan hidup masyarakat lokal itu sendiri, agar tidak dirampas oleh kaum pemodal (kapital) yang hanya mengejar nilai materil dan mengabaikan sisi nilai-nilai kearifan lokal masyarakat tradisional. Untuk itu perlu dan terus di jaga serta dimanifestasikan sebagai sebuah kekuatan dalam menghadapai tantangan perubahan dunia (globalisasi) merupakan suatu keharusan bagi kita, terutama bagi pemerintah untuk memasukan nilai-nilai kearifan lokal dalam setiap kebijakan pembangunan oleh pemerintah.

Menurut pengamat kebijakan publik Amril Buamona, dalam studi kebijakan publik tedapat dua pendekatan untuk menjelaskan kearifan lokal. Pertama, potensi dan kehendak bebas manusia dalam tindakan-tindakan yang dianggap rasional dan bergerak dalam hukum dan dinamika pasar, pasar harus dibuat bebas karena sifat individu yang cenderung memiliki kehendak bebas. Kedua, ketergantungan individu terhadap masyarakat yang menyebabkan karakter, prilaku, dan tindakan-tindakannya terbentuk dalam interaksi di masyarakat (lingkungan membentuk prilaku dan pola tindak manusia). Pendekatan pertama telah melahirkan teori-teori modernisasi (pasar bebas) dan pendekatan yang kedua kemudian melahirkan teori-teori struktural.

Proses perubahan dari tradisional menuju moderen adalah seruan teori modernisasi sebagai mana penjelasan oleh para ahli dari berbagai sudut pandang. Dalam kasusnya di Indonesia, pada masa pemerintahan orde baru, teori modernisasi dipakai sebagai langka perubahan bagi negara. Mengejar pertumbuhan ekonomi merupakan langkah kongrit yang dilakukan negara pada masa itu untuk mensejahterkan masyarakatnya, namun dilain sisi langkah tersebut telah mengorbankan banyak hal salah satunya adalah kearifan lokal. Setting sosial dan kontrol yang begitu ketat dilakukan oleh negara hampir menyentuh semua aspek kehidupan (otoriter). Pembangunan dilihat sebagai sebuah tahapan-tahapan yang harus diatur hingga lepas landas sebagaimana tercermin dalam Rencana Pmebangunan Lima Tahun (Repelita). Pendekatannya yang top down menyebabkan banyak pembangunan yang tidak tepat sasaran.

Output yang dapat dlihat dari masa pemerintahan ini adalah penyeragaman desa dan pangan. Politik pangan yang telah diterapkan menyebabkan ketergantungan masyarakat atas hasil pangan yang telah diseragamkan cukup besar dan terbawa hingga saat ini. Pangan-pangan khas lokal yang begitu banyak di pelosok nusantara cenderung tidak mendapat ruang untuk dikembangkan guna menjadi komoditi unggulan waktu itu. Sentralisasi yang terjadi saat itu telah merubah banyak hal, hampir dari semua aspek kehidupan. Muara daripada apa yang terjadi pada masa itupula adalah ketertinggalan dan kehilangan jati diri bagi sebagian masyarakat di pelosok-pelosok daerah di indonesia termasukdi Maluku dan Maluku Utara.

Pada tahun 1998 masa pemerintahan orde baru berakhir dan berganti dengan masa reformasi. Cerminan kebebasan mulai terlihat akibat selama 32 tahun terbelenggu dalam kontrol yang ketat, sentralisasipun dihapuskan & diganti dengan desentralisasi (otonomi daerah) pada masa pemerintahan K.H Abdurrahman Wahid (Gusdur) Tahun 1999. 

Desentralisasi menjadi harapan baru bagi negara indonesia untuk menjalankan sistem pemerintahannya, dengan dilimpahkannya kewenangan-kewenganan kepada setiap daerah untuk mengelolah dan mengatur sendiri urusan rumah tangganya masing-masing, sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Sekalipun desentralisasi telah berlaku hingga saat ini, bukan berarti problem bangsa telah berakhir, bahkan beberapa pakar telah mengatakan desentralisasi juga telah gagal, secara teoritis bisa dibilang baik namun pada praktek yang terjadi adalah sebaliknya.

Dengan segala keterbatasannya desentralisasi,dan juga sistem demokrasi yang di pakai negara indonesia memberikan sebuah efek positif yang tidak terdapat pada masa sentralisasi (otoriter)jaman orde baru, yakni ruang bagi masyarakat lokal untuk berekspresi sesuai nilai dan norma hidupnya masing-masing. Pengakuan negara terhadap hal tersebut, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pasal (1) huruf d, dan lebih tegas dijelaskan lagi dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 24 huruf i.

Karena setting kehidupan desa masih sangat terlihat nilai-nilai budaya dibandingkan dengan perkotaan, sehingga dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 telah memberikan dasar hukum yang kuat untuk kembali menghidupkan kearifan lokal dengan cara merencanakan, mengembangkan dan melaksanakan sesuai tatanan sistem nilai lokal yang telah lama tidak diperhatikan. Memanfaatkan segala potensi yang ada serta bisa meberikan nilai positif bagi masyarakat, baik sosial, ekonomi, lingkungan, mapun aspek kehidupan lainnya.

Mangatanika Sebagai Konsep Membangun Desa

Pada dasarnya hampir seluruh masyarakat di indonesia khususnya di desa-desa memiliki kearifan lokalnya masing-masing. Indonesia bagian timur misalnya seperti Papua, Maluku & Maluku Utara, nilai & norma hidup masih banyak terlihat. Khususnya di Pulau Mangoli Kabupaten kepulauan Sula Propinsi Maluku Utara, kearifan lokalnya tidak kalah dengan daerah-daerah lain di lingkungan Propinsi Maluku Utara. Mulai dari bahasa, seni, pemanfaatan lahan, sampai dengan pola ruang permukiman masih terlihat di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun