Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Ragam Kisah Kehidupan Mahasiswa Perantau dalam Buku "Aku dan Jogja Pukul Dua"

30 Desember 2021   10:42 Diperbarui: 30 Desember 2021   10:58 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: iflegma.com

"Kita tidak pernah bisa memahami 'rasa' yang ada dalam sebuah bahasa secara utuh kalau tidak menjadi masyarakat pemakai bahasa." Hal.9.

Kalimat itu dilontarkan oleh seorang dosen tempat tokoh aku -si penulis Rizqi Turama, menempuh pendidikan sastra di UGM. Ceritanya, sang dosen meminta untuk seisi kelas memberikan kata umpatan yang paling kasar dalam bahasa daerah masing-masing.

Tak pernah saya bayangkan sebelumnya jika ada tenaga pengajar yang menyuruh siswa membeberkan kata-kata kasar di saat proses pembelajaran berlangsung. Tujuannya jelas untuk memberi tahu bahwa sebuah kata yang bermakna kasar sekalipun tidak akan sampai ke penerima jika kata itu tidak pernah terdengar sebelumnya, bukan?

Cerita berjudul "Bahasa Jawa itu Mudah" ini menjadi pembuka yang menarik dari serangkaian kisah Rizqi saat berkuliah di Yogya.

Sebagaimana yang saya dengar dari beberapa kawan yang merantau di luar Palembang, kisah perburuan tempat kos juga jadi cerita yang menarik, tak terkecuali Rizqi. "Dalam kaca mataku, Yogyakarta sebenarnya 'hanya' menawarkan rentang harga yang lebih lebar. Aku menemukan kamar sewa dengan harga sangat murah, tapi fasilitasnya tidak manusiawi." Hal.15.

Suasana Kotagede, sekitaran Yogyakarta. Dokpri.
Suasana Kotagede, sekitaran Yogyakarta. Dokpri.

Ya, sebelum menemukan tempat kos yang terakhir, Rizqi terlebih dahulu pindah beberapa kali karena di kos sebelumnya ada saja faktor yang memunculkan ketidaknyamanan. Dari tumpukan botol bir, bak mandi berisi kerajaan jentik nyamuk, hingga dinding tipis yang dapat memunculkan suara penuh syahwat dari kamar sebelah di waktu-waktu tak lazim.

Namun, setidaknya Riqzi tidak harus berbohong tentang asal usulnya sebab sebagian kawan saya harus melakukannya, dulu, karena banyak pemilik kos yang memasukkan perantauan dari Palembang di daftar hitam penyewa.

Perihal pencarian tempat tinggal ini berakhir di sebuah kos yang dijaga oleh mantan preman yang ia panggil dengan sebutan Pak Jo. Tak sepenuhnya ideal memang. Tapi, itu dia kos terbaik yang sesuai dengan budgetnya. Ya, kadang kala tolak ukur kenyamanan memang harus disesuaikan dengan isi kantong.

Bagaimana tidak, untuk berkuliah saja Riqzi harus menjual motor kesayangannya. Dia bahkan harus rela lebih cepat datang ke Yogyakarta, melewatkan Ramadan dan lebaran sendirian di tengah kesunyian dengan tujuan berhemat. Padahal, idealnya setelah daftar ulang di kampus, ia masih dapat pulang dan berlebaran di Palembang. Lagi-lagi, uang yang memegang kendali.

WARNA-WARNI KEHIDUPAN DI YOGYAKARTA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun