Malam ini, saat Bobo Junior edisi ke 20 tiba, justru menghadirkan kegalauan baru, sepucuk surat menyertainya membawakan kabar buruk bahwa Bobo Junior tak lagi terbit.
Ketika anak sulung mulai masuk TK, di rumah ini sudah berlangganan, dan ia berganti Majalah Bobo ketika ia naik kelas 2 SD, untuk Bobo Junior, masih lanjut untuk adiknya  yang mulai masuk TK, bahkan sempat berencana untuk menambah langganan Donal Bebek nanti saat si sulang kelas 3, apa daya, rencana itu tinggal rencana, belum sempat berlangganan, Juni 2020 tersiar kabar kalau berhenti terbit.
Dan hari ini...giliran Bobo Junior yang pamit dari dunia anak-anak Indonesia. Apa jadinya negeri ini bila semua bacaan untuk anak-anak satu per satu menghilang? Buku memang menjadi sesuatu yang mahal di negara seperti Indonesia ini, dibandingkan dengan negara maju lainnya. Tak heran angka literasi negeri ini juga termasuk yang sangat rendah.Â
Penelitian Programme for International Students Assessment atau PISA menunjukkan rendahnya minta baca di Indonesia, bahkan Indonesia berada di peringkat ke-62 dari total 72 negara yang di survey. No. 10 dari bawah !!!Â
Membaca bukan sesuatu yang instan yang dapat dilakukan dan disukai begitu saja. Kegiatan membaca membutuhkan proses kebiasaaan yang panjang, yang harus mulai diipupuk dan dipelihara sejak kecil. Dan ini yang jarang dilakukan di Indonesia. Sebagian besar orang menganggap nanti di sekolah juga bisa membaca, pinjam buku di sekolah sudah cukup.
Apalagi di era digital ini, ketika semua kegiatan kita, termasuk membaca beralih ke bentuk digital, namun anak-anak belum waktunya membaca digital, mereka perlu menyukai membaca dulu, berikan berbagai pilihan buku fisik untuk mereka baca sesukanya bukan karena dipaksa oleh guru atau pihak sekolah.Â
Membaca memang tidak murah di negara ini, harga buku yang mahal, bila jaman saya kecil dulu ada banyak perpustakaan yang menawarkan peminjaman buku, di era ini hanya tinggal perpustakaan daerah dan di dalam sekolah-sekolah saja, itupun minim pengunjung.
Bedakan dengan di negara maju yang masing-masing berlomba membangun perpustakaan yang mendukung kenyamanan pembacanya saat membaca, dan juga menyediakan khusus area keluarga dan anak-anak, mereka berlomba menggalakkan kesenangan membaca sejak anak-anak usia dini, namun di sini, justru sebaliknya, kita seolah berlomba memberikan media digital pada anak, membiarkan anak menonton acara TV, musik dan film yang belum sesuai dengan umur. Hoax bertebaran dimana-mana, dan semua membaca dengan antusias hal-hal seperti itu, namun siapa yang membaca media yang menyatakan kebenaran sesungguhnya?
Di era digital ini, kebutuhan akan literasi semakin besar, kita perlu membaca sebagai proses berpikir dan mencerna segala sesuatu yang bertebaran di dunia maya ini, dan ini hanya dapat kita lakukan bila kita memiliki pondasi yang kuat dengan kebiasaan membaca yang baik.Â
Pelajaran moral pertama anak-anak dimulai dari bacaan pertama mereka yang sesuai umurnya. Kisah Pinokio si boneka kayu yang nakal mengajarkan kita pentingnya ke sekolah belajar membaca dan membedakan mana yang baik dan buruk untuk menjadi seorang anak manusia.Â
Dan semua ini perlu dimulai sejak dini...semoga dunia literasi di Indonesia tak ada lagi majalah anak-anak yang tumbang,saat ini sepertinya hanya tersisa Majalah Bobo satu-satunya pilihan majalah bacaan untuk anak-anak. Jangan sampai satu  atau dua, atau tiga, empat, lima tahun lagi, Bobo pun menghilang...Bertahanlah..karena masih banyak anak-anak yang membutuhkan bacaan yang baik untuk menemani mereka tumbuh dewasa dan menumbuhkan minta baca.