Desa Genteng Kulon adalah satu dari 189 desa yang berada di wilayah Kecamatan Banyuwangi, Jawa Timur. Desa Genteng Kulon memiliki luas sekitar 4,14 km2 dan terdiri atas lima dusun, yaitu: dusun Krajan, Sawahan, Kopen, Maron dan Jenisari. Mata pencaharian masyarakat Genteng Kulon pada umumnya adalah pedagang, tidak menutup kemungkinan adanya profesi lain.
Penulis mengawalinya dengan melakukan survey di desa Genteng Kulon sebelum kegiatan penerjunan mahasiswa KKN dilaksanakan. Penulis memilih sasaran yang dekat dengan rumah, guna menghindari resiko lebih tinggi yang dapat terjadi kapan saja di masa pandemi ini. Kunjungan ke rumah calon sasaran bertujuan untuk melakukan wawancara mengenai permasalahan yang terjadi selama masa pandemi Covid-19 ini. Terdapat lima jenis golongan sasaran yang penulis kunjungi. Kelima golongan ini jika dibagi maka ada 15 sasaran, 10 di antaranya adalah siswa sekolah yang tergabung di dalam karang taruna, 1 ibu rumah tangga, 1 seorang driver aplikasi jasa, 1 lagi teknisi elektronik dan 2 yang lain adalah siswa sekolah dasar. Dari kelima calon golongan sasaran ini dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dialami oleh masing-masingnya memiliki kemiripan, yaitu banyaknya kegiatan yang terhambat oleh sebab pandemi ini.
Berdasarkan keterangan yang didapat dari sasaran, program kerja yang disusun pun diharapkan memiliki dampak yang cukup besar bagi kelangsungan masyarakat. Program kerja yang telah disusun antara lain: Reaktivitas Bahasa Indonesia yang baku
Reaktivitas Bahasa Indonesia yang baku.
Antusiasme sasaran dengan kegiatan ini cukup lumayan, pasalnya sasaran pun juga menyadari bahwasannya ketidakteraturan dalam berkomunikasi atau menyampaikan suatu berita di berbagai media merupakan sebab munculnya masalah.
Dalam kasus ini, penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia menjadi hal yang selalu penulis tekankan dalam setiap pertemuan bersama sasaran agar antara satu sama lain tidak menjumpai adanya perbedaan definisi dalam sebuah konteks tertentu. Selain itu penulis mengajak beberapa sasaran untuk dapat mengenali proses pembentukan istilah-istilah baru, apakah sesuai dengan pedoman Bahasa Indonesia atau tidak. Apabila istilah yang bermunculan bersifat serampangan, maka dampak yang terjadi adalah timbul masalah baru dalam masyarakat dan penggunaannya harus segera dihentikan.
Dalam hal pemberitaan, penulis menegaskan tentang keaktualan dan kelugasan. Perpecahan banyak terjadi sebab kesimpangsiuran. Terakhir, penulis mengajak sasaran untuk membiasakan diri berkomunikasi dengan menggunakan Bahasa Indonesia baik dalam situasi resmi atau tidak resmi.