Mohon tunggu...
Okky asranja
Okky asranja Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Refleksi Peran Pemuda, Membumikan Nilai-nilai Perjuangan Pendiri Bangsa dalam Ritual Kebangsaan

10 November 2018   16:58 Diperbarui: 10 November 2018   17:20 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

10 november yang kita kenal sebagai Hari Pahlawan penting kiranya bagi generasi muda Untuk menilik kembali ritual kebangsaan, yang mana di tanggal 10 nevember  lalu tepat nya  tahun 1945 telah terjadi pertempuran di Surabaya, dimana pemuda yang berangkat atas latar belakang masing-masing (tentara dan milisi) yang pro-kemerdekaan berperang melawan tentara Britania Raya dan Belanda yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia  dan salah satu pengeraknya yaitu KH Hasyim Asy'ari dan Bung Tomo.  Dan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tangal 16 Desember 1956 yang di usulkan oleh Sumarsono yang  mana salah satu tokoh dalam sejarah tersebut menjadi hari  Pahlawan Nasional.

Dari masa terjadinya  perang di surabaya telah banyak 10 November yang kita lalui dengan berbagai ritual kebangsaan, mulai dari merenung, membaca puisi, menulis, dan sebagainya. Dari perayaan-perayaan tersebut muncul pertanyaan di benak penulis, apakah ritual kebangsaan yang seharusnya kita lakukan? Ataukah hal-hal yang di sebutkan sebelumnya sudah cukup untuk kita lakukan, dan setidaknya kita memperingati?.

Kita ketahui perjuangan Rakyat Indonesia di waktu itu untuk mempertahankan kedaulatan atas dirinya dan bangsanya merelakan sebanyak-banyak nya darah mengalir di medan pertempuran dari pada harus terusik  bahkan menyerah di rumah sendiri. Walaupun harus gugur dalam pertempuran tidak seimbang.

Miris ketika melihat ritual kebangsaan dari tahun ketahun mengalami defisit nilai dalam memperingati. Kita terkadang hanya terjebak pada ruang dimana kita hanya sekedar memperingati tanpa menimbang nilai-nilai didalam nya.

jika kita lihat sejarah yang bisa kita temui di meja-meja warung kopi dan sudut-sudut kecil kampus, hangat nya darah dan lantangnya para pejuang bangsa dengan kemerdekaan di jiwanya masih sangat terasa walau sudah sekian lama . dan seharusnya ritual kebangsaan yang kita lakukan adalah bagaimana kita mampu menjunjung tinggi cita-cita kebangsaan, harapan para pahlawan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara.  Tapi pada kenyataannya sekarang ini ritual kebangsaan tersebut hanya sebatas ala kadarnya saja.

Dewasa ini kita tahu bangsa ada dalam krisis apapun, krisis kedaulatan, krisis ekonomi, krisis moral, dan krisis persatuan. Dalam hal ini pemuda memiliki peran penting di dalamnya untuk mempelopori perubahan atau malah menggali lebih dalam tanah untuk mengubur bangsa. Pemuda dalam tinta sejarah yang mana kita ketahui selalu menjadi garda terdepan dalam perjungan bangsa.

Di era yang sekarang yang mana dulu tertanam sebuah prinsip Gandrung akan keadilan lain lagi ceritanya dengan sekarang yang mana lebih Gandrung akan Teknologi. Seharunya dengan kecanggihan teknologi yang lebih menguntungkan untuk pemuda mentransformasikan nilai-nilai perjuangan pendiri bangsa  untuk kepentingan seluruh rakyat indonesia.

Dalam hal ini penulis teringat apa yang pernah  di sampaikan oleh bung karno salah satu pemuda yang berjuang sampai akhir hayat nya " musuh terbesar bangsa saat ini adalah bangsa itu sendiri". Morat-maritnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa saat ini sudah menjadi tontonan dalam bungkus apapun.

Yang menjadi  harapan penulis, dalam pelaksanaan ritual kebangsaan maupun tidak, pemuda harus mampu melantangkan lagi semangat perjuangan dan menjadi garda terdepan dalam perubahan bangsa, cita-cita pahlawan bangsa harus di gema kan kembali  agar kita tidak terjebak dalam dimensi ketidak teraturan. Isi lah ruang-ruang yang mampu menyokong terwujudnya cita-cita bangsa, organisasi kemahasiswaan, organisasi daerah dan lain-lain.

Teringat penulis dalam cerita mitologi yunani, dulu di Athena terdapat sebuah bukit yang menjadi tempat para pemuda dari semua golongan membicarakan dan mendiskusi caruk-maruk situasi bangsa dan tidak sedikit yang menghasilkan sebuah pemberontakan terhadap kaum-kaum yang mimiliki posisi penting dalam sebuah bangsa dan menurut kaum tersebut sebuah ancaman .

Dan akhirnya para pemuda tersebut yang terlibat aktif di dalam kegiatan itu di tangkap oleh penjaga atau pengaman negara dan keluarlah istilah yang tidak asing lagi di telinga kita untuk memberi stample  kepada orang-orang tersebut "akademisi". Dalam cerita tersebut dapatlah kita ambil intisari nya yang mana memang seharusnya pemuda yang menjadi gerbong pengerak bangsa untuk menjadi bangsa yang adil dan beradab yang mempu menjaga rakyatnya dari semua ketakutan, ketakutan tidak bisa makan dan ketakutan untuk kehilangan kemerdekaan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun