TANGERANG - Pembangunan Masjid Agung At-Taubah yang berlokasi di bekas Terminal Sentiong Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, menuai sorotan tajam dari masyarakat. Alih-alih menjadi simbol kemegahan dan pusat kegiatan keagamaan, proses pembangunan masjid ini justru menimbulkan tanda tanya besar: di mana transparansi, dan bagaimana legalitasnya?
Pertama, pembangunan yang menggunakan anggaran publik, baik dari dana desa, hibah, maupun sumbangan masyarakat, seharusnya dilandasi dengan asas akuntabilitas dan transparansi. Namun hingga saat ini, tidak ada keterbukaan data mengenai besaran anggaran, sumber dana, alur pengelolaan keuangan, dan pihak-pihak yang terlibat dalam proyek tersebut. Masyarakat hanya disuguhi bangunan yang mulai berdiri, tanpa tahu latar belakang prosesnya secara utuh.
Kedua, persoalan legalitas semakin memperkeruh situasi. Apakah pembangunan ini telah melalui mekanisme musyawarah desa? Apakah ada izin mendirikan bangunan (IMB), dokumen perencanaan teknis, serta surat persetujuan dari para tokoh masyarakat dan ulama setempat? Ataukah semua dijalankan hanya berdasarkan keputusan sepihak tanpa melibatkan warga sebagai pemilik wilayah? Jika pembangunan tempat ibadah sebesar itu dilakukan tanpa dokumen legal yang sah, maka potensi konflik sosial ke depan sangat mungkin terjadi.
Ketiga, pembangunan masjid semestinya tidak sekadar simbol proyek fisik. Ia harus menjadi bagian dari visi besar pembangunan spiritual, sosial, dan budaya masyarakat. Jika dibangun dengan cara-cara yang tidak transparan, maka nilai-nilai luhur dari fungsi masjid sebagai rumah Allah akan tercederai.
Masyarakat berhak tahu dan turut mengawasi setiap pembangunan yang dilakukan atas nama publik dan agama. Jangan sampai Masjid Agung At-Taubah justru menjadi contoh buruk bagaimana proyek keagamaan dibungkus dengan semangat seremonial namun minim pertanggungjawaban.
Jika pemerintah desa dan panitia pembangunan tidak segera membuka informasi secara jujur dan lengkap, maka wajar jika masyarakat mempertanyakan, bahkan menggugat, keberlanjutan pembangunan tersebut. Masjid megah bukan tujuan utama, yang lebih penting adalah prosesnya yang sah, bersih, dan melibatkan umat.
Penulis: Ari Sudrajat, Sekjend PD GPII Kabupaten Tangerang
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI