Mohon tunggu...
Oka Gualbertus
Oka Gualbertus Mohon Tunggu... -

Seorang pemula di dunia media. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.Giat menulis di kompasiana. Beberapa featurenya pernah dimuat di majalah Warta Flobamora. Penyuka dunia fotografi human interest. Akun medsosnya (http://www.facebook.com/OkaGualbertus, http://www.twitter.com/OkaGualbertus, dan http://www.instagram.com/okka_gualbertus)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Wangak, Grup Orkes Kampoeng Khas NTT yang Tak Bersandal

8 Desember 2017   10:26 Diperbarui: 8 Desember 2017   19:13 3118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu aksi panggung mereka di Jogjakarta (foto by Oka Gualbertus))

"Mai geke mai gole mai likong, mai tigong, ina-ama Wue-wari, lu'ur dolor imung deung mogan sawe"( Mari berkumpul dan berjoget bersama bapak-mama, kaka-adik, saudara-saudari dan teman-teman semua). Lirik-lirik lagu ini tak pernah absen ketika memanggung di mana dan kapan pun. Tumbalaka judulnya. Biasanya mereka nyanyikan di penghujung acara atau di pengujung penampilan mereka.

Bagi mahsiswa-mahasiswa dari Nusa Tenggara Timur mereka bukan sosok yang asing. Kemeriahan acara-acara yang dibuat mahasiswa dari NTT akan terasa semakin semarak dan lengkap jika mereka pun hadir. Dengan iringan irama musik yang mayoritas sangat cepat seakan-akan kita diajak untuk secepatnya bangun, mengayunkan kaki dan berdendang ria bersama. Mereka adalah "Wangak", atau sering dikenal "Orkes Kampoeng Wangak". Sebuah grup musik etnis dari Maumere, Flores, NTT.

Kata wangak berasal dari Bahasa Sikka (Maumere) yang artinya hujan disertai badai dan banjir. Bukan gerimis kecil. Kalau tidak hati-hati hujan badai (wangak) akan menghanyutkan. Apa saja yang berada di depannya akan tersapu banjir yang datang. Wangak selalu menuntut kewaspadaan. Namun lain makna ketika kata wangak dipakai menjadi nama sebuah orkes kampung bentukan Erik Bagoest pada 2014 silam ini. Wangak diinterpretasikan menjadi musik yang mampu membawa orang untuk bersatu. Kehadirannya begitu dasyat hingga membuat orang menari dan bergembira bersama.

Dari hujan
Semua peralatan musik (juk, benyol, jimbe, dan teren bas) sudah rampung dikerjakan. Semua akan siap dibawa ke Jogjakarta. Kota tujuan untuk menempuh kuliah. Erik sang pendiri yang pada awal terbetuknya wangak berperan sebagai vokalis belum juga mendapatkan nama yang tepat untuk grup musiknya ini. Kebetulan saat itu hujan deras disertai banjir. Beliau sedang bertukar pikiran dengan salah seorang frater (biarawan di Gereja Katolik ). Perbincangan mereka tentu untuk mencari nama yang cocok buat orkes kampung yang sebentar lagi ia perkenalkan di Kota Keraton Jogjakarta.

Siapa sangka kalau saja hujan yang disertai banjir (wangak) tidak hanya meninggalkan genangan air yang akan kering ketika terik matahari tiba, tetapi juga meninggalkan pesan untuk kedua laki-laki yang sedang berbincang saat itu. "Pakai saja kata wangak untuk grup musikmu itu. Saya yakin kapan dan di mana pun kalian tampil, semua orang akan terhanyut dan berdendang ria karena musik kalian," usul sang frater. Tidak ada diskusi dan perdebatan tentang usul itu. Wangak sudah cukup tampan untuk disematkan pada orkes kampung ini. Dan jadilah "Orkes Kampoeng Wangak" seperti yang dikenal sekarang ini.

Dari hobi hingga memperbaiki stigma
Kehadiran wangak di Jogjakarta pada tahun pertama hanyalah sebuah orkes musik etnis yang sederhana. Tidak lebih dari tempat menyalurkan hobi bermusik bagi Erik dan kawan-kawannya yaitu, Obeth Cealtie (vokalis), Vick (jimbeis), Stefanus (benyolis) Alvason (jukis), Pieter Mauritz (benyolis), Dann Lobo (jukis), Alfredo Samputra (violinis), Rian Huller (terenis/bassist), dan Andy Gerald (backing vocal). Teman-teman inilah yang berhasil diajak untuk bergabung dengan Wangak. Dan ini personil tetap Wangak hingga sekarang.

Lambat-laun kesadaran sebagai orkes sederhana, hanya sebagai tempat penyalur hobi ini mulai merambah ke sisi lain. Kehadiran Wangak dengan personil asli mahasiswa NTT khususnya Maumere menjadi agen untuk memperbaiki citra mahasiswa timur di Jogjakarta. "Kita harus menunjukan bahwa mahasiswa timur tidak hanya dikenal suka mabuk-mabukan dan bikin onar. Ada hal positif yang bisa ditunjukan ke orang lain terkhususnya masyarakat di Jogja. Salah satunya dengan bermusik," jelas Obeth sang vokalis ketika diwawancarai hari Minggu 3 Desember 2017 lalu.

Obeth pun menambahkan bahwa wangak berkomitmen menghadiri undangan untuk tampil di berbagai acara kampus maupun di luar kampus. Event-event yang pernah dihadiri adalah Festival Tionghoa di Maliboro, Global Culture di kampus UNY, dan masih banyak event lain. Hal ini dilakukan untuk mengajak teman-teman muda mencintai kekayaan budayanya sendiri.

Untuk mengimbangi agar wangak tidak hanya dikenal dan disukai para mahasiswa dari NTT orkes "nian tanah" (orkes kampong Maumere) sering membawakan lagu-lagu dari setiap daerah di Indonesia. "Kalau ada acara yang pesertanya dari banyak daerah kami akan sesuaikan lagunya. Pernah kami nyayikan lagu Sinanggar Tullo (Batak), Bengawan Solo (Jawa), Yamko Rambe Yamko (Papua) dan masih banyak lagi. Ketika acara Pekan Raya Indonesia 2017 di Tangerang salah satunya," tambah Obet.

Di tengah hip-hop, reggae, dan rock & roll
Di tengah perkembangan musik hip-hop, reggae, rock & roll, serta musik bergaya barat lain, Wangak merasa semakin percaya diri. Bagi mereka bermusik tidak harus dengan peralatan yang modern. Dengan alat musik kampung yang sederhana orang-orang merasa terhibur dan terutama membawa semangat dan pesan kebaikan bagi banyak orang. Kesederhanaan dalam bermusik ini pun kemudian diterjemahkan lewat atribut dan pakian ala orang kampung yang selalu mereka kenakan di atas panggung. "Makanya kami selalu tidak pakai sandal ketika bermusik," pungkas Obeth sambil tertawa.

Tidak sebatas percaya diri dengan kesederhanan. Wangak pun berani keluar dari zona nyaman mereka. Peralatan musik memang sederhana tetapi genre musik dan lagu yang bervariasi tetap diutamakan. Lagu-lagu barat terutama lagu country sering juga dibawakan. Bagi Wangak ada kebanggaan tersendiri ketika musik etnis ini berhasil membawakan lagu-lagu dari luar dan terutama dinikmati oleh banyak penikmat musik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun