Pukul empat pagi, saya sudah bersiap-siap. Begitupun dengan nenek dan tante saya. Dus hasil belanjaan juga nampak sudah diikat. Total ada sekira lima dus dan tiga tas yang menjadi muatan kami kembali ke kampung kelahiran.
Bagi saya, ini adalah kesekian kalinya kembali ke kampung halaman. Namun yang membedakan adalah saya berangkat H-10 menjelang lebaran. Tidak seperti biasa ketika hendak pulkam.
Setelah santap sahur, pukul lima pagi, kami menuju Bastiong. Pelabuhan penyeberangan melayani penumpang kepulauan yang tidak bisa diakses lewat darat ataupun kapal sedikit besar.
Ketika tiba, saya dikagetkan dengan ketidakberadaan speed boat yang akan kami tumpangi. Padahal, jam segini harusnya sudah ada aktivitas di mana penumpang sudah mulai menaiki speed boad.Â
Pikir saya, speed boat berlabuh di tempat lain dan akan datang ketika hari mulai tenang. Namun setelah mencari informasi, saya salah besar. Speed boat sengaja berlabuh di samping dua kapal besar untuk menghindari kelebihan penumpang.Â
Apesnya, walaupun sudah menghindari penumpang namun tidak semerta-merta speed boat longgar penumpang. Justru ketika saya melewati dua kapal yang menghalangi saya begitu terkejut.Â
Sebab, sebelum-sebelumnya saya hanya mendengat bahwa jika mendekati H-puasa penumpang sangat menbludak. Bahkan Speed boat harus bolak balik dua sampai tiga kali dan satu kali pengangkutan berkisar 100 orang belum ditambah dengan muatan yang entah berapa kapasitasnya.Â
Padahal kekuatan speed boat hanya mampu mengangkut 60-an sampai 70 penumpang. Dan hari ini saya benar-benar menguji nyali. Jika saya memutuskan untuk berangkat esok hari justru over kapasitas lebih menjadi-jadi.
Tekad sudah bulat, walau pandangan ke speed boat cukup mengerikan. Sempat terpikirkan bagaimana dalam perjalanan nanti ketika terjadi apa-apa. Saya pun akhirnya memutuskan naik dan duduk di dalam
*