*
Pukul sebelas ia kembali dengan raut wajah yang menunjukan sebuah masalah. Melihat itu, saya kemudian mengajak ia ke warung sederhana yang tak jauh dari rumah dan minum kopi.
"Kenapa kong muka loyo-loyo (kenapa kok wajahmu tak bersemangat)?, tanyaku.
"Ce..abang, kita (saya) dapa (kena) marah gara-gara terlambat dan kelewatan beberapa rumah pelanggan," Ujarnya.
"Berarti dapa (kena) potong upah," Sahutku.
" Iyo (iya) abang,"Jawabnya kemudian.
"Berapa," tanyaku penasaran.Â
"Sekitar 70 ribu kapa (sepertinya)," terkanya
Pagi itu hanya nasihat dan penyemangat yang bisa diberikan. Lantaran tak ada hal lain yang bisa di intervensi selain saling mengingatkan, dan mendorong agar ia tak terlampau merasa bersalah.
Setelah ngopi, ia pamit pulang dan tidur.Â
Menjelang sore, salah satu wartawan rekan Fikram datang sehabis ia melakukan liputan di Kantor Walikota. Ia mencari Fikram di rumah. Namun karena tak ketemu, ia lantas menuju ke rumah saya dan kami terlibat obrolan.