Dari sini lahirlah peluang yang tersistematis. Sehingga kehadiran berbagai pihak dalam sistem parawisata baik sebagai pemain inti dan pendukung. Misalnya Hotel, resort, transportasi dan lain-lain.
Selain itu, konsep parawista moderen dengan cita rasa lokal juga saat ini digalakan. Dengan merangkul pihak-pihak lokal dalam sebuah sistem. Â Disetiap daerah saya jumpai paket parawisata ini berbalut unsur kebudayaan. Contoh paling dasar ialah tarian yang sering disuguhkan untuk menjamu tamu atau acara lainnya.
Namun, kondisi ini bagi saya justru menjadi ancaman nyata. Sebab, pure kebudayaan dan esensi yang ditampilkan justru semakin terbentur moderninasi. Alhasil banyak bagian-bagian hilang dan tak lengkap. Nilai yang hilang.
Padahal, jika disadari, nilai itulah yang dicari. Karena keunikan dan keramahan budayanya.Â
Saya mengingat pernah mengobrol dengan beberapa pasangan turis. Yang paling saya ingat ialah turis asal Swedia ketika berkunjung ke Ternate.
Dalam obrolan itu, mereka mengakui bahwa keramahan budaya terutama di Desa-desa begitu mengagumkan. Berbeda dengan Ternate yang sudah termakan modernisasi.
Bahkan di desa, hal-hal seperti mandi di sumur begitu menarik perhatian. Dan bahkan lebih senang tidur beralaskan tikar dirumah penduduk dan bangun pagi untuk melihat orang-orang desa pergi ke kebun.
Apapaun itu, perkembangan konsep parawisata saat ini begitu menguntungkan. Dengan perbaikan-perbaikan yang menutup kebocoran agar bisa menghasilkan keuntungan banyak pihak. Namun, bagi saya, perubahan itu harus mempertimbangkan segala unsur dari nilai lokal agar tidak hilang dan dilupakan.Â
Apa hebatnya parawisata yang hebat jika konsep dipukul rata dan tak ada karateristik yang membedakan antara satu kota dengan kota lain? (Sukur Dofu-dofu)