Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Narkoba Sensasi Tiada Tara, Mati Tak Terasa

8 September 2020   21:51 Diperbarui: 8 September 2020   22:04 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
guru pendidikan.com

Asap-asap mengebul, mata-mata liar menari lincah. Di sudut toilet sekolah ini, beberapa pria dan wanita sedang asik mengudut sebatang ganja hasil lintingan di kelas. Maraton mereka berbagi, sedang lainnya asik memantau berjaga-jaga jikalau ada guru atau pihak lainnya yang mencurigakan.

Itulah ingatan yang masih melekat kuat. Pada periode 2003 hingga 2008 lingkungan ini begitu kental dengan saya. Dari lingkungan sekolah, Kampus, kenalan hingga kampung.

Pada periode itu, narkoba sejenis ganja dan sabu begitu leluasa dipasarkan akibat dari belum ketatnya penindakan tegas dari pihak berwajib semisal Polisi dan BNNN.

Di periode SMA, banyak kawan-kawan saya adalah pengedar dan pemakai. Mereka bebas memasukan barang tersebut dan di edarkan di sekolah. Terhitung hampir 60 persen kawan-kawan adalah pengedar. Mereka bisa membawa per paket serta yang sudah di linting. 

Barang tersebut di isi ke kaos kaki, hingga ke tas ransel. Jika ada razia dari Pihak sekolah maka barang haram tersebut tidak melwati gerbang depan, melainkam lewat jalan belakang yang minim pengawasan. Jalan belakang maksudnya ialah loncat pagar di belakang sekolah.

Seingat saya dijual pada kisaran 30 ribuan hingga 50 ribuan perlinting. Saya tak lupa untuk sabu-sabu, mungkin diatas 100 ribu pergram saat itu. Jika tak habis terjual maka barang tersebut digunakan beramai-ramai. Kelas, toilet, gedung kosong dan rumah kosong adalah lokasi yang pas untuk fly.

Keluar dari SMA dan menuju perguruan tinggi, saya masih dihadapkan dengan kondisi seperti ini. 2 teman kelas saya dan beberapa adik junior adalah pengedar kelas kakap. Mereka masuk dalam radar Kepolisian.

Walaupun begitu, mereka tetap lolos. Baru 1 Tahun kematin salah satu dari mereka kena tangkap. Di lingkungan sosial pun demikian. Hingga sekarang kampung tempat saya tinggal masih sangat kuat barang tersebut beredar. Hingga meñdapat julukan kampung pengedar yang selalu tampil manis di halaman depan media cetak.

Banyak dari mereka adalah mantan napi yang tidak kapok terlibat narkoba jenis ganja. Itu pulah yang membuat mereka sering berulang kali di jebloskan ke penjara.

Selain itu, perkembangan 3 tahun belakang justru lebih banyak melibatkan anak-anak remaja antara SMP dan SMA.

Ini terjadi sudah sejak lama, saya masih mengingat secara detail. Kira-kira tahun 2006, mengikuti salah satu kawan bertransaksi narkoba. Saya sebenarnya diajak jalan-jalan, eh tau-taunya ngambil barang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun