Menjamurnya media terutama media daring jelang pilkada bukan hal lumrah. Kandidat butuh framing ketimbang mengeluarkan biaya besar melakukan kampanye visi-misi di media cetak maupun daring yang di patok mahal. Apalagi dalam pilkada ada tim yang di sebut sebagai tim IT. Orang-orang yang berada di belakanh layar.
Selain itu, juga menjadi ajang pencitraan diri ketika kandidat melakukan perjalanan ke desa-desa terpencil yang kadang tidak dimuat oleh media-media besar.Â
Belakangan fenomena ini mulai nampak. Terutama di Platfrom Facebook yang di undang masuk melalui fanspage atau group dengan nama kandidat pasangan calon.
Di dalam fanspage dan group tersebut kemudian ditautkan link dan berita mengenai para kandidat. Apa saja visi-misinya, kegiatannya, serangannya, dll. Bisa dibilang media adalah alat kampanye murah. Wong mendirikan situs hanya butuh 5-10 jutaan kelas menengah.
Namun, yang menjadi catatan negatif ialah tidak profesional dan gagap literasi. Sebab, yang disajikan jauh dari unsur etika jurnalistik. Tak jarang serangan dilakukan kepada kandidat-kandidat lain dengan bahasa lemah etika, fulgar,kasar dan kotor. Track rekor menjadi isu yang segar diangkat terutama soal kecatatan kandidat.
Sedikit saja menemukan celah, informasi itu di poles, dipercantik dengan nada-nada provokatif dan syarat sara yang kemudian menjadi santapan masyarakat.Â
Artikel pencitraan selalu dihadirkan, hoax tak terelakan. Dan, pemilih dan massa termakan pancingan. Jika sudah begini, situasi jadi runyam.
Padahal, jika ditelisik dan di telusuri, kebanyakan dari mereka yang berada di Tim IT ialah orang-orang yang berpendidikan tinggi. Bergelar Sarjana dan magister.
Setelah pilkada, media-media ini kemudian tidak lagi beroperasi. Dan ditenggelamkan hingga tak lagi nampak ke permukaan, walaupun kandidat yang di usung menang sekalipun.
Pada intinya, lahirnya media menjelang pilkda, maupun pilpres adalah bagian dari framing. Kandidat butuh polesan agar terbentuk karakter yang disebut "pemimpin yang di impikan,".Â
Framing ini mempunyai efek yang kuat pada cara pandang masyarakat bahkan mampu memperngaruhi massa pemilih. Sudah banyak contoh hal ini dilakukan bahkan hingga sekarang pun, polesan orang-orang di balik layar masih bisa kita nikmati.
Salam dan terima kasih