Bermula dari situ, kasus-kasus lain muncul dan berakhir pada pemalangan kantor desa serta pengusiran kepala desa. Kasus ini kemudian di bawah oleh mahasiswa ke DPR, Kejaksaan hingga mendapat perhatian Bupati yang berjanji melakukan pengusutan mendalam.
Postingan itu kemudian di perkeruh dengan postingan video siang kemarin. Di mana Kades yang kembali bersama Camat dengan tujuan memperjelas masalah di usir warga sekampung sehingga mau tak mau Kades tak bisa menyandarkan sampannya ke dermaga. Dan, memilih tancap gas meningalkan desa.
Alhasil, suasana yang panas menjadi terbakar. Komentar-komentar di group mirip ahli. Semua orang merasa benar atas pendapatnya. Dan, merasa paling tau atas masalah tersebut.
Mahasiswa sebagai aktor demonstrasi terus menyulut emosi para anggota group. Komentar yang awalnya mencerminkan ciri khas mahasiswa lewat sandaran ilmiah berubah menjadi ajang bacot. Para sesepu yang di tuakan tak mau kalah, mereka hadir dengan komposisi penjelasan yang menghakimi.
Kelompok yang memilih netral dan memberikan masukan justru diserang habis-habisan. Alhasil mereka memilih tindakan bijak, diam.
Sampai detik ini, ajang pengetahuan dan argumen dimainkan kedua pihak. Tak ada lagi rasional atau sandaran ilmiah dalam setiap pembahasan. Bahkan, sudah menjurus ke perilaku sara dimana 4 marga besar dari suku kami dijatuhkan dan dilecehkan. Kondisi yang membuat pihak netral ikut tersenggol.Â
Sejauh pemandangan yang saya lihat--tanpa menggurui-Â retorika semu dipakai sebagai ajang pengetahuan. Banyak sandaran yang tak masuk akal di sajikan. Seperti landasan UU yang tak menyentuh sama sekali, teori yang tak relevan hingga menjunjung tinggi pendapat pribadi. Akibatnya, perpecahan suku ini mulai nampak, bahkan saya yakin walaupun masalah hukum sudah selesai, pihak-pihak yang bertikai tak akan lagi saling bersapa.
*****
Di beberapa kesempatan, seperti yang sudah di jelaskan di lead, saya sering mengikuti perkembangan komentar suatu artikel. Misalnya malam ini, membaca beberapa artikel mengenai Pendidikan, ekonomi hingga politik.
Komentar-komentar yang muncul kadang menggelitik. Namun kadang keras, Â kadang juga hanya berpatokan pada judul artikel. Alhasil, karena patokan itu, terjadilah saling adu argumen yang isinya tak menyetuh sama sekali pada pokok permasalahan.
Selain artikel, postingan-postingan yang kadang kontroversial maupun tidak tetapi jika menyangkut isu-isu yang viral kadang menjadi sasaran nitizen.