Mohon tunggu...
Nuke Patrianagara
Nuke Patrianagara Mohon Tunggu... Freelancer - cerah, ceria, cetar membahana

rasa optimis adalah kunci

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Bahagianya Nonton Pengabdi Setan

18 Maret 2018   07:33 Diperbarui: 18 Maret 2018   08:54 890
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bang Joko Anwar semoga cerita ini tidak terlambat, karena filmya sudah beredar ke segala sudut penjuru dunia, saat film "Pengabdi setan" masih bertengger di bioskop Indonesia, media sosial riuh dengan cerita para penonton, tiba-tiba "ibu" dan "klenengan" rumah sakit menjadi viral. Saya belum berani pergi ke bioskop, belum sanggup melihat "ibu" di layar lebar, saya sangat takut saking takutnya terus mau buang sesuatu yang mendesak susah larinya, pasti tempatnya diluar, arghhhh bagaimana ini, masa saya tidak nonton film keren.

Menurut kapanlagi.com (12 Nov 2107) film ini menembus 4,1 juta penonton, terus saya tidak membeli satupun tiketnya, merasa punya hutang tidak menjadi bagian pemegang potongan tiket dan menempelkannya di buku agenda harian saya. Saya hanya berharap "Pengabdi Setan" ada dalam bentuk DVD atau hadir di jaringan berbayar, tiba-tiba suami menawarkan untuk nonton, karena di Iflix sudah ada, saat itu kami lagi pada kumpul di rumah kakak karena ada kawinan sepupu. Penonton sudah banyak dan siap menjerit, ternyata tuh jaringan tidak bisa diajak kompromi, satu persatu penonton hilang dari depan layar lebar selebar daun kelor eh layar televisi, malam mulai merambat kelam, jaringan mulai lancar, saya, suami dan suami sepupu siap-siap naik roller coaster, jreng jreng jreng, saya sudah bersiap dibelakang punggung suami, dan teriakan mulai menggema, satu persatu turun dari kamar atas untuk gabung menonton, dengan posisi masing-masing memegang bantal, keponakan tidak lepas dari mengucapkan takbir, tahlil dan tahmid, serta celetukan sunda padang, lumayan mengurai ketegangan. Saat adegan siang semua bantal turun dari muka, musik mulai jreng jreng jreng seperti nya akan melihat sesuatu yang menyeramkan muncul, bantal kembali naik ke muka bahkan ada yang balik badan, kakak keluar dari ruang kerjanya, bukan ikut nonton tapi menonton penonton yang banyak gaya, sambil memegang sesuatu, saat ketegangan muncul dia lempar sesuatu dari belakang, dan jebakan betmenpun hadir saat semua melotot ternyata sang ibu datang tiba-tiba, ngamuklah semua karena tuh wajah akan terbayang seumur hidup,sumpah serapah lancar keluar dari mulut-mulut para penakut yang penasaran.

Klenengan itu mengingatkan saya dengan rumah sakit Boromeus jaman old, bangunannya masih peninggalan Belanda walaupun lebih seram RSHS waktu itu, setiap habis jam bezuk ada seorang suster yang berkeliling membunyikan klenengan, para pembezuk satu persatu keluar dari ruangan. Pada saat Kakek saya sakit dan dirawat dirumah pada zaman itu sudah memakai bel untuk memanggil keluarga apabila beliau membutuhkan bantuan, tidak seseram "ibu" memanggil anak-anaknya. Walaupun secara bentuk bangunan sama, kakek dilantai atas, kita-kita dibawah.

Rumah, furniture, sumur mengingatkan rumah kakek di Majalaya, lokasinya tidak jauh dari Pangalengan, hanya rumah kakek pinggir jalan besar, riuh oleh lalu lalang kendaraan dan suara sepatu kuda menandakan delman lewat. Saya penikmat film dengan property jadul, selalu punya ketertarikan sendiri, acungan jempol untuk property film "Pengabdi Setan", bukannya membuat seram tapi malah ngeces pingin punya. Keren banget bagian yang mencari barang-barang buat film ini. Property film membawa kita pergi ke zamannya, ruhnya dapat saat nonton film yang perlengkapanya sesuai dengan zamannya, motor yang digunakan Hendra membuat para pecinta motor tua menelan ludah, mobil colt biru menarik kita kebelakang saat mau mengunjungi saudara di Majalaya, ladang pekuburan dengan jejeran pohon pinus jadi ingat jurit malam saat SD, saat kita mencari jejak tiba-tiba jatuh pocong dari atas pohon. Rumah-rumah tua berdinding papan kayu, yang membuat ruang dalamnya menjadi dingin saat panas dan hangat saat dingin, kotak-kotak kaca jendela dan pintu dengan vitrase gorden putih, bayangan dibalik vitrase juga membuat jantung deg deg plus, bisa jadi orang hanya ngintip, mungkin juga mau bertamu tapi melihat kedalam dulu, yang paling menakutkan sudah ngintip, baju putih, wajahnya seram, kakinya tidak napak pula. Pengalaman pribadi pernah bertamu lalu ada yang ngintip dibalik vitrase dalam rumah tapi saat diketuk tidak ada orang didalamnya, dan saat teman datang membawa kuncik untuk mempersilahkan masuk, dipastikan didalamnya tidak ada orang, jadi tadi itu siapa????????? Rasanya ingin cepat-cepat meninggalkan tempat itu, sebelum kejadian lain terjadi.

Teriakan demi teriakan jam 11 malam, malam senin pula, besoknya ada yang kerja dan sekolah, di ruang kerja kakak ada yang lagi ngerjain tugas, tidak terbayang besok seperti apa. Pemeran Nenek, Ibu dan Ian menjadi tokoh sentral yang melekat di hati, bagaimana nenek dengan kursi rodanya yang berderak juga berdecit saat berjalan, membuat bulu kuduk berdiri saat melihat kursi roda teronggok disudut ruangan, tokoh ibu dengan baju putih dan rambut panjangnya, membayangkan bayangan yang berkelebat dibalik rumpun pohon bambu kuning depan rumah, yang konon katanya rumpun bambu kuning suka menyimpan misteri yang tidak masuk akal yaitu mistis. Ian yang lucu dan menggemaskan, membuat kita semua belajar, banyak orang hebat sekeliling kita yang kadang kita lupakan, yaitu para penyandang kebutuhan khusus, ingat program inklusinya pemerintah.

Satu pasangan perempuan dan laki-laki sedang menari diiringi lagu yang mendayu, lalu biji merah yang menyerupai biji saga dalam wadah yang ditabur para penjemput Ian menjadi tanda akhir film, para penonton bubar lalu antri ke kamar mandi, tidak ada yang berani kamar mandinya dikunci, saking horornya kali ya, musiknya yang jelas bikin horor, hampir semua penonton nutup bantal kok, saya malah merasa dengerin sandiwara radio, "ibuku sayang, ibuku malang" jreng jreng jreng. Punggung suami cukup jadi korban pukulan, tapi saya masih berani tidak tutup kuping. Nonton film tapi membayangkan adegan seperti membaca buku.

Menonton film horor menjadi olahraga jantung, dan olahraga itu tidak berhenti saat film usai, kebetulan bel rumah juga berupa klenengan, setiap ada tamu membunyikan bel, semua orang dalam rumah langsung pada teriak itu ibuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu.

dyh9bmru8aaeoal-large-5aadb3e6ab12ae4b737648d2.jpg
dyh9bmru8aaeoal-large-5aadb3e6ab12ae4b737648d2.jpg
Adik sepupu dengan lantang mengatakan, gila ya tuh film seramnya minta ampun, film horor barat yang paling serampun kalah, kakak saya langsung nyeletuk, seramnya sebelah mana ?, nontonnya juga sambil nungging, muka menghadap sofa, kalau mau bandingkan itu nontonnya menghadap layar, hahaha kita semua tertawa

Nonton Pengabdi Setan menguak kenangan saat masih kecil dulu, liburan tiba kita para krucil saat itu berkumpul di rumah kakak sepupu untuk marathon nonton video, ketika adegan 17+ langsung dikomando untuk tutup mata, semua terasa berulang kita kumpul dan nonton film "Pengabdi Setan".

Terima kasih Bang Joko Anwar, "Pengabdi Setan" menjadi kenangan tidak terlupa di keluarga kami, ada cerita buat anak cucu atas kelakuan kami menonton karya hebatmu. Ditunggu karya hebat lainnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun