Mohon tunggu...
Nurulis
Nurulis Mohon Tunggu... We'll make it through

Stay strong, never give up !!

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Tradisi Sungkeman Lebaran pada Sesepuh yang Makin Luntur Ditelan Zaman

7 Mei 2022   13:08 Diperbarui: 7 Mei 2022   13:13 1309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.portal-islam.id

Sudahkah kita minta maaf pada orang tua atau mungkin saudara yang lebih tua ? Pastinya sudah.  

Hari lebaran pertama selalu menjadi moment berharga untuk meminta maaf pada orang tua atau saudara yang lebih tua dalam keluarga.  Baru setelahnya berkunjung ke sanak saudara dan tetangga.  

Pernah tahu adat sungkeman saat lebaran? Bukan sungkeman ala istana atau keraton,  seorang abdi pada tuannya loh ya.  Tapi cara meminta maaf ala orang tua terdahulu,  mungkin masa  kakek nenek atau buyut dulu.  

Cara sungkeman biasanya dilakukan dengan duduk bersimpuh di depan orang tua atau yang dituakan,  mengucap banyak kata maaf dan ungkapan penyesalan yang dalam atas segala salah dan khilaf. Kadang sampai menghabiskan waktu beberapa menit. Dan sering kali berkunjung ke rumah orang yang lebih tua saat lebaran, sampai memakan waktu berjam-jam. Karena rasa hormatnya pada sesepuh yang didatangi.  

Masih adakah cara meminta maaf seperti itu sekarang?  Hmm... sepertinya tidak.  

Semakin majunya peradaban, era digital dan metaverse yang segalanya serba canggih, sepertinya yang berbau basa-basi, sungkan,  etika maupun estetika serta  kepatuhan sedikit demi sedikit menjadi luntur. Dan kalau  boleh di bilang berkurang sudah rasa unggah-ungguh atau sopan santun. Mereka sukanya to the point. Jadi sering kali kurang memperharikan adab dan tata krama dalam bertingkah laku dengan orang tua. 

Coba saja lihat,  bagaimana sikap siswa zaman dulu dan sekarang?  Jauh banget perbedaannya.  Kalau zaman dulu siswa sangat hormat dan patuh pada gurunya, dimana-mana ketemu menunduk hormat, kadang sampai hormatnya sampai menunduk terus nggak mau angkat kepala. Saking terlalu sopannya. 

Lha siswa sekarang?  Hmmm.... mana mau mereka.  Ketemu guru saja sudah kayak ketemu teman sendiri.  Petentang petenteng, haha hihi sama guru, sudah hal yang biasa. Bener kan? 

Sebenernya bagus juga, tidak ada sekat kentara antara guru dan siswa yang membuat mereka canggung.  Jadi penyampaian ilmu dari guru ke murid lebih mudah,  karena tidak ada rasa takut. 

Tapi semakin ke depannya justru jadi sesuatu yang kadang menjadi kurang pantas, kurang etika dan unggah-ungguhnya karena terlalu terbiasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun