Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ikhtiar Desa Adat

11 Oktober 2018   19:23 Diperbarui: 11 Oktober 2018   19:44 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
flickr.com/ipoenkgraphic

Jerat Elit 

Sejak desentralisasi kekuasaan berlaku, elit daerah telah menggunakan kekuasaan tersebut dalam upaya merebut sumber daya di desa. Elit daerah mempunyai kepentingan langsung untuk mengelola sumber daya ini, baik itu sumber daya alam maupun anggaran.

Pola cengkraman elit daerah atas sumber daya desa terlihat dengan membatasi masyarakat adat dalam mengontrol sumber dayanya, melalui memanipulasi adat sebatas simbol dan formalitas semata, dan memberikan insentif -- insentif kebijakan eksploitasi sumber daya alam melalui perizinan sesuai kepada pemilik modal di wilayah masyarakat adat.

Dalam konteks ini, elit daerah menguasai institusi-institusi formal Pemerintah Daerah dan menggunakan adat untuk melegitimasi kepentingan mereka atas sumber daya (Nordholt and Klinken, 2014). Satu sisi, mereka menggunakan adat untuk melegitimasi kekuasaannya, di sisi lain melahirkan kebijakan yang memangkas otonomi desa.

Nagari di Sumatera Barat adalah contoh bagaimana kembali ke nagari dari sistem desa orde baru tidak sepenuhnya dapat memulihkan otonomi nagari dalam hal pengelolaan sumber daya alam. Kekuasaan tata guna lahan dan sumber daya alam tetap berada di tangan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Di sisi lain, masyarakat adat (desa adat) menggunakan adat sebagai klaim untuk memulihkan kembali kapasitas kewenangan-kewenangannya berdasarkan adat. Revitalisasi desa adat ini berlandaskan pada dua kepentingan, yaitu; mengembalikan tradisi adat sebagai basis pemerintahan dan mengklaim asset desa (khususnya tanah ulayat) untuk pengelolaan sumber daya alam berbasis oleh masyarakat adat.

Kontestasi terus berlangsung dalam arena legislasi daerah tentang penetapan desa adat ini. Legislasi daerah ini menjadi batu uji masa depan desa adat ke depan, apakah tetap pada status quo sebagai kaki kepentingan-kepentingan elit daerah atau melangkah maju untuk pengakuan desa adat sebagai bagian dari pengakuan konstitusional masyarakat adat.

Proses tersebut masih berlangsung sampai saat ini, setidaknya terlihat dari belum adanya pengakuan definitif desa adat sejak pemberlakukan UU Desa 2014.

Agenda Masa Depan

Dalam konteks tersebut perlu keterlibatan aktif Pemerintah Pusat khususnya Kementerian Dalam Negeri dalam proses penataan desa (adat), yang merujuk pada kriteria keberadaan masyarakat adat, dan mengurangi "pilihan bebas" Pemerintah Daerah untuk menentukan status desa dengan dukungan politik, anggaran dan kebijakan.

Paralel dengan itu, masyarakat adat perlu memperkuat kapasitas politiknya untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijakan daerah tentang reorganisasi desa yang merujuk pada keberadaan masyarakat adat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun