Sebagai sebuah agama yang rahmatan lil 'alamiin, islam hadir sebagai penengah perbedaan yang ada, pemusnah kehajiliaan yang terlaksana, serta sebagai pemernyatu rasa ukhuwah umat manusia. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa islam hadir sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang terjadi.Â
Misalnya, diskriminasi, sebuah pandangan atas ketidaksamaan derajat para perempuan. Yang bahkan, kala itu, kaum perempuan disebut sebut sebagai sebuah kesialan.Â
Perbedaan yang terjadi pun dianggap sebuah kesialan, lebih lanjut lagi, peperangan yang terjadi adalah sebuah keharusan yang akan membuktikan kekuasaan sebuah kafilah atau sebuah golongan.Â
Dengan kehiruk pikukan yang terjadi sebagai bukti ketidak seimbangan negeri, islam kemudian mengangkat konsep persatuan agama, toleransi bersama, dan rasa kesatuan bersaudara yang kemudian berhasil menghapus berbagai Tindakan yang tidak berperikemanusiaan tersebut.
Di Indonesia sendiri, islam pertama kali muncul pada sekitar abad ke-6, yang menurut para ahli sejarah, kedatangan islam pertama kali ini disebar luaskan oleh para habaib dan para pedagang yang datang ke nusantara demi menyiarkan agama islam. Perkembangan selanjutnya, proses islamisasi besar besaran di Indonesia diyakini mulai terjadi pada abad ke 15-16 kemuadian. Yakni dengan perantara dakwah yang dilakukan oleh para sunan tanah jawa yang dikenal dengan istilah wali songo.
Tercatat, sebelum terjadinya proses islamisasi ini, terdapat berbagai macam agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Mulai dari Atheis, kepercayaan terhadap roh, Budha, Hindu, dan masih banyak lagi. Bahkan di negeri ini, terdapat beberapa kasta yang kemudian menjadi penyebab perbedaan kasta yang berlaku ditengah tengah masyarakat Indonesia.Â
Dalam catatan aksara lama "Salokantara" terdapat tujuh macam tingkatan tersebut, diantaranya: Golongan Brahmana (yakni golongan pemuka agama, yang terdiri dari para biksu, resik, paus, pastur, dan pendeta. Golongan ini dianggap sebagai golongan yang suci karena tidak bertendensi dengan dunia atau materi.Â
Golongan inilah yang diperbolehkan 'berbicara' mengenai agama), golongan ksatria (terdiri dari golongan para raja, pangeran, penasihat kerajaan, patih, dan prajurit. Dianggap tidak bertendensi dengan dunia, dan diperbolehkan berbicara mengenai agama), golongan waisya (golongan yang bertendensi dengan agama, atau disebut sebut golongan yang bermateri. Contohnya, para petani.Â
Dan golongan ini tidak diperbolehkan berbicara tentang agama), golongan sudra (golongan yang tidak diperbolehkan berbicara mengenai agama, karena dianggap bertendensi dengan dunia. Misalnya, golongan kapitalis), golongan candala (yang termasuk golongan ini adalah pedagang dari luar, misalnya, turis. Dan golongan ini tidak diperkenankan berbicara mengenai agama), golongan mleca (biasa disebut sebagai preman bayaran. Misalnya, para algojo.
Dalam sejarah lama kerajaan majapahit dan singosari, algojo inilah yang bertugas sebagai pelaksana hukum atas pelanggaran hukum berat yang dilakukan. Sseperti hukum pancung, hukuman mati, dan hukum rajam), dan yang terakhir adalah golongan tucai (dengan kata lain, golongan ini adalah golongan para pendosa, perugi masyarakat, dan sampah peradaban).
Diantara semua jenis jenis golongan tersebut, para walisongo sendiri disebut sebagai golongan brahmana dan ksatria, mengingat beberapa bahkan mayoritas dari mereka adalah keturunan kerajaan dan para pemuka agama yang cukup terkenal ditaah nusantara. Karena itulah, para wali songo memiliki peluang yang cukup lebar dalam pelaksanaan ekspansi dakwah dan proses islamisasi di nusantara dengan berbagai cara atau metode yang sesuai dengan adat istiadat masyarakat Indonesia kala itu.Â