Mohon tunggu...
Nurhilmiyah
Nurhilmiyah Mohon Tunggu... Penulis - Bloger di Medan

Mom blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Ketika Orang yang Penting itu adalah ART Berusia Lanjut

15 Oktober 2017   05:14 Diperbarui: 23 November 2021   06:01 4263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: regional.kompas.com

Hari ini adalah hari ke sekian Si Nenek yang bantu-bantu di rumah absen. Alasannya sakit perut. Sebelumnya Si Nenek izin minggu lalu karena sakit lutut, dan minggu sebelumnya lagi karena demam. Ah tak apa, saya legowo saja menerima "excuse"-nya. Saya meneleponnya balik setelah Si Nenek misscall dua kali.

Toh hari ini saya tidak masuk mengajar, meski harusnya saya ada bimbingan PKM dengan mahasiswa, sedari pagi bikin janji, satu kelompok pun mengatakan belum selesai revisi. Saya juga tak ingin memaksa mahasiswa. Weekend begini mungkin mereka pingin refreshing, setelah satu minggu "full schedule" kuliahnya.

Si Nenek yang membantu saya menjagakan si bayi ketika saya bekerja itu sudah berusia 58 tahun. Saya memanggilnya "Ibuk", tutur di sini untuk orang yang usianya lebih muda kalau dibandingkan ibu kita. Semisal ibu saya masih hidup memang usianya pada April lalu berusia 61 tahun. Kadang saya memanggilnya "Nenek", untuk membahasakan anak-anak saya menyapanya.

Bekerja sebagai ART saat sudah masuk BUP (Batas Usia Pensiun, menurut UU ASN bagi pejabat administrasi) tentunya amat melelahkannya. Ditambah lagi ada hipertensi dan kawan-kawannya.

Awal menerimanya tiga bulan lalu, saya sudah mempertanyakan mengenai kesanggupannya bekerja di rumah kami. Dia menyatakan sejak usia 16 tahun bekerja jadi ART. Sudah sangat berpengalaman. Meski tidak dikaruniai anak, dia pandai mengurusi bayi karena membantu kakaknya merawat keponakannya.

Sempat berjualan rujak bersama suami tapi bangkrut dan tak lama sesudahnya suaminya meninggal dunia. Sebatang kara di kota lain membuatnya kembali ke Medan. Sungguh memilukan, pikir saya.

Saya menawarkan hari libur untuknya di hari Minggu atau Sabtu. Suami saya ada di rumah, kami biasa bekerja sama membereskan rumah. Si Nenek menolak, biar saja saya datang, katanya. Tinggal sendirian di kos membuatnya bosan. Tidak ada TV ataupun radio, apalagi gadget.

Sebenarnya dia memiliki sanak saudara di sini, namun dengan alasan tidak ingin merepotkan, dia memilih indekos. Saya mengajaknya tinggal di rumah kami saja, meski tak besar, ada satu kamar lagi yang bisa ditempatinya. Mengefisiensi pengeluaran bulanannya juga. Ia menolak dengan halus, kebiasaannya, setelah sholat isya langsung tidur. Khawatir tidak sesuai dengan keseharian orang yang ditumpangi. Hm... bisa dimengerti.

Di usia demikian menurut saya Si Nenek termasuk cekatan dalam bekerja. Malah saya yang mengingatkannya untuk tidak menyelesaikan semuanya, takut kecapean. Bagi saya yang utama adalah menjaga bayi saja. Bersih-bersih rumah bisa dilakukan sepulangnya saya dari kampus.

Ia tampak akrab sekali dengan si bayi. Jika bersamanya bayi saya tenang dan sering tersenyum. Si Nenek tak berhenti mengoceh, selalu mengajaknya bermain. Kadang ia mengayunnya sambil bersenandung. Dari lagu anak-anak sampai album yang ngehits di Golden Memories, acara kesukaannya.

Saya bersyukur mendapatkan "saudara" seperti si Nenek ini. ART yang baik dan cocok mungkin suatu hal yang langka di kota besar. Saya hampir lelah dengan sekian banyak tingkah ART. Meski tidak ada yang sempurna, sebagaimana saya yang juga tak sempurna. Saya menganggap Si Nenek sosok ideal. Hanya saja sakit yang membuatnya berhalangan hadir beberapa minggu terakhir ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun