Salah satu fungsi lembaga adat dalam suatu desa adalah, mengatur pelaksanaan adat sebagaimana diwarisi dari generasi sebelumnya. Dan akan memberikan sanksi bagi warga yang melanggarnya.
Lalu apa jadinya kalau oknum yang melanggar telah dijatuhi sanksi, tetapi yang bersangkutan tidak mau melaksanakan kewajibannya?
Hal ini terjadi pada warga Kabupaten Bungo, Jambi. Sesuai denda adat, 4 orang anak laki-lakisiswa Sekolah Dasar, RNG, TH, BD dan L, dijatuhkan denda “terutang membangun”.
Mereka dipampas dengan, seekor kerbau, beras 100 kg, kain 100 kali, niur 100 biji, dan uang 9 juta. Hukum adat ini harus dibayarkan sampai 21 maret 2020 dan pesta hukum adatnya akan digelar 22 maret. Namun pihak terutang keberatan dan tidak akan memenuhi keputusan tersebut.
Patut diduga, denda tersebut terlalu berat untuk dilaksanakan. Terlebih zaman sekarang perekonomian rakyar setempat sangat sulit tersebab harga jual getah karet jatuh tersungkur. Sehingga yang bersangkutan tidak mampu membayarnya. Ini termasuk salah satu kendala dalam pelaksanaan hukum adat yang mungkin bisa dinilai terlalu kaku.
Yang mengusyik rasa ingin tahu saya dan mungkin juga Anda adalah, andai kompensasi itu tidak terbayar, akan dikemanakan para pelaku pelanggaran tersebut? Apakah ada hukum lain sebagai pengganti? Seperti hukum cambuk atau kurungan? Atau mereka harus dibuang dari kampung?
Gara-gara ketidakpatuhan ini mungkinkah Lembaga Adat setempat akan kehilangan taji?
Segaiamana ramai diwartakan, RNG, TH, BD dan L, dijatuhi hukum secara adat karena diduga telah melakukan perkosaan bergilir kepada adik kelasnya A (8) kelas 2 SD di Kabupaten Bungo. Di hadapan lembaga terhormat dalam kampung tersebut keempat bocah itu mengakui perbuatannya.
Peristiwa tersebut terjadi Rabu (26/2/2020) lalu sekitar pukul 09.00 WIB, di dalam salah satu ruang kelas.
Usai kejadian, korban mengadukan kepada guru dan kepala sekolahnya. Namun mereka bukannya membantu, justru korban diminta tidak memberitahukan pada siapun. Termasuk kepada orangtua.
Malahan ketika dikonfirmasi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bungo, pihak sekolah membantah adanya peristiwa dimaksud. Mereka mengatakan hanya sekadar dipegang-pegang saja. Sementara korban mengeluh kepada orangtuanya terasa sakit pada organ intimnya.