Semasa kecil saya suka sedih menyaksikan ODMK dipasung. Sebelah pergelangan kakinya dikungkung dalam sebuah lubang terbuat dari kayu, yang terpaku kuat pada lantai papan. Untuk buang air dibikin lubang, maaf, persis disekitar  pelepasannya.
Tak terbayang betapa tersiksanya dia. Cuma bisa duduk berselonjor dan berbaring. Mendingan kakinya dirantai agak panjang. Agar dia leluasa berbaring, jongkok, atau duduk.Â
Sekali lagi maaf, bukan berarti saya mendukung upaya yang melanggar undang-undang dan hak asasi manusia tersebut. Â Ini cerita setengah abad lalu. Maklum, pascakemerdekaan.
Sekarang penanganan ODMK lumayan bagus. Negara ikut hadir. Walaupun belum memenuhi harapan semua pihak.Â
Beberapa tahun belakangan, ada upaya pemerintah Provinsi Jambi menjemput langsung dan merawat ODMK yang dipasung. Â Program tersebut dilaksanakan oleh pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Saya tak tahu, apakah sekarang kebijakan serupa masih berlangsung atau tidak.Â
Tetapi saat itu, khususnya di desa saya jumlah penderitanya tidak sebanyak sekarang.Â
Beritasatu.com mencatat, sekitar 13.800 jiwa dari 3,5 juta penduduk provinsi Jambi mengalami gangguan jiwa. Angka tersebut bisa bertambah atau berkurang. Sebab, data ini Dirilis 12 Desember 2012.Â
Sebenarnya, jumlah tersebut bisa ditekan melalui kerja sama antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hal ini adalah keluarga pasien. Selain penderita harus segera dibawa ke dokter, setidaknya lakukan 3 upaya sederhana berikut.
1. Pisahkan Anggota Keluarga yang Masih Sehat dengan Penderita.Â
Fakta mencengangkan saya temui. ODMK ini semacam penyakit menular. Meskipun tidak semua. Ada 3 kasus saya jumpai. Apabila satu anggota keluarga terjangkit, yang lainnya ikut tertular. Terutama jika meraka sedarah alias seayah seibu.Â
Terbukti, saudara kandungnya yang tinggal di luar daerah, tidak tertular. Kapan mereka berkumpul dalam momen-momen penting, buru-buru sanak keluarga menyuruh dia yang non ODMK meninggalkan habitat asalnya. Upaya ini terbukti manjur.