Mobil juga antre panjang hingga menyebabkan macet. Warga yang hendak melewati Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) akhirnya memilih jalan alternatif menghindari macet.
Saya menunda antre di SPBU menunggu keadaan membaik. Namun keesokan hari antrean makin parah, sementara BBM di sepeda makin menipis. Saya mengontak sejumlah teman dengan harapan memiliki stok dan bisa berbagi sebagian kecil BBMnya.Â
Usaha membuahkan hasil: seorang teman memberikan 1,5 liter pertalite dan saya ganti Rp. 22.000 untuk satu sepeda. Seorang teman lagi memberikan 0,5 liter pertalite untuk sepeda motor satunya, biasa buat anak sekolah. Satu ini gratis.
Peristiwa itu tentu saja berdampak. Bagi saya, anak bersekolah bersepeda pancal. Istri mengurangi produksi tempe, tidak memasoknya ke pasar dan hanya melayani tetangga dalam perumahan.Â
Sedang saya banyak berkegiatan di rumah sambil menyibukan diri mencari BBM melalui WA. Mungkin saja keadaan berubah sudah lancar. Beberapa info pertalite di pasar gelap harga berlipat umumnya: Rp. 20.000/ liter.Â
Saya sempat menawar Rp 15.000 tapi tidak diberikan, bermaksud agar mereka yang sengaja berjualan BBM tidak seenaknya memanfaatkan situasi susah untuk cari untung.
"Wah, ini orang sudah banyak yang mulai panik", pikir saya. Kalau waktu kuliah ekonomi disebut sebagai panic buying. Yaitu rasa panik membeli berlebihan karena ketakutan kehabisan stok.
Orang biasanya membeli satu liter BBM bisa membeli dua kali lipat atau tiga kali lipatnya. Atau biasanya membeli Rp. 10.000 bisa bertambah menjadi Rp. 30.000, penuh setangki motornya.
Selama hampir sepekan saya merasa apa yang terjadi seperti mimpi. Tiba tiba krisis BBM padahal di kota lain normal. Saya berpikir: apa yang terjadi di Jember ini apakah sebuah simulasi? Simulasi menghadapi krisis BBM atau krisis lainya? Belajar antre berjam jam mendapatkan BBM, menahan emosi, menahan untuk tidak panic buying supaya tidak kehilangan stok dan menahan diri manfaatkan mencari keuntungan dibalik susahnya masyarakat.
Disatu sisi juga meningkatkan rasa empati terhadap orang sekitarnya: membantu kaum tidak beruntung dan keterbatasan? Atau mungkin ini juga semacam simulasi menghadapi krisis bagi pemerintahan dan petugas keamanan? Agar ketika krisis terjadi, nantinya bisa mengatasi dari pengalaman kecil di Kabupaten Jember.
Bagi pemerintah daerah atau pemerintah pusat, kejadian ini bisa menjadi evaluasi bahwa setiap pengambilan keputusan memerlukan mitigasi dampak dan solusinya.Â