Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rutinkan yang Baik, Perbaiki yang Rutin

8 Maret 2020   18:28 Diperbarui: 8 Maret 2020   18:44 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: searchengineland.com

Dalam konteks menulis, rutinkan menulis yang baik, dan perbaiki yang rutin dengan meningkatkan kualitas tulisan dengan kualitas pengetahuan kita yang lebih baik. Artinya, kita harus lebih banyak lagi membaca, baik berupa buku maupun dengan diskusi dengan teman-teman atau kolega yang lebih berilmu dan berwawasan di bidangnya.

Aristoteles, sang mahaguru dan filsuf dari Yunani berkata, "Kita adalah apa yang kita kerjakan berulang-ulang.  Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan, melainkan sebuah kebiasaan."

Sesuai pengalaman saya dan banyak orang, saya yakin itu bukan hal yang mudah. Menjaga konsistensi adalah suatu bab perjuangan tersendiri.

Stephen Covey sendiri menguraikan bahwa kebiasaan itu terdiri dari tiga aspek, yakni pengetahuan, keterampilan, dan keinginan.

Aspek pengetahuan itu mencakup apa yang harus dilakukan. Sementara aspek keterampilan meliputi bagaimana cara melakukannya, dan aspek terakhir yakni keinginan adalah tentang motivasi atau keinginan untuk berubah.

Nah, faktor motivasi inilah yang kerap turun naik sesuai mood atau perasaan kita, yang kerap membuat kita lalai atau tak mampu mencapai target yang kita tetapkan sendiri untuk apa pun yang kita lakukan.

Kuncinya, lagi-lagi menurut sang mahaguru motivator dunia itu, terletak pada keyakinan kita pada prinsip utama yang melandasi kebiasaan tersebut. Ibarat bangunan, prinsip utama yang merupakan fondasi bangunan harus kokoh agar sanggup menopang keseluruhan bangunan. Karena makin tinggi atau makin besar  sebuah bangunan, maka fondasinya juga harus besar dan kuat juga.

Misalnya, jika fondasi utama kebiasaan menulis kita di Kompasiana adalah sebatas keinginan mencari hadiah atau bonus K-Rewards (bounty hunter), tentu kita akan mudah mutung atau gampang jengkel jika ternyata artikel kita sepi pembaca atau ternyata tak kunjung tinggi page views-nya kendati sudah begadang semalaman menulisnya, atau ternyata tak terpilih di antara ratusan Kompasioner lainnya yang mumpuni kemampuan menulisnya.

Namun jika fondasi utamanya adalah sharing and connecting, berbagi dan silaturahmi, sebagaimana cogan atau semboyan Kompasiana sejak awal berdiri, tentu jauhlah kita dari sifat putus asa jika tulisan kita tak menjumpai takdir terbaiknya sebagaimana yang kita idamkan.

Niscaya ada dan akan ada manfaat lain yang dapat kita petik dari semesta ini atas setiap kebiasaan atau rutinitas baik kita.

Sebagai Kompasioner yang bergabung sejak 2010 atau sedekade silam, kendati lebih banyak sebagai dormant writer, saya tahu ada banyak Kompasioner senior atau terdahulu yang benar-benar mengawali karier kepenulisannya dari nol di Kompasiana, hingga bisa menerbitkan banyak buku di beberapa penerbit besar, menjadi influencer masyhur, termasuk profil mereka tampil di harian Kompas atau media besar lainnya sebagai sosok penulis dan narablog (blogger) kondang. Itulah yang dapat kita jadikan sebagai pemacu untuk aktif menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun