Mohon tunggu...
Nurria Intan R
Nurria Intan R Mohon Tunggu... Editor - Suka dengan hal-hal baru

It always seems impossible until it's done.-

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Khalayak Candu Bermain TikTok

30 Desember 2020   15:24 Diperbarui: 30 Desember 2020   17:13 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa sih yang gak tau aplikasi TikTok? Pastinya sudah tidak asing lagi di semua kalangan dan bahkan kita sering melihat konten TikTok dengan back sound lagu-lagu tertentu yang beredar di berbagai platform media sosial? Dan bahkan membuat kita tanpa sadar menghafal lagu yang ada di video tersebut. Hal tersebut merupakan salah satu bentuk dari Budaya Populer.

Apapun yang diminati oleh orang banyak itulah budaya popular. Budaya populer ini memang memikat banyak orang, karena konsepnya yang begitu menarik dan menyenangkan membuat penggunanya relatif mudah sehingga orang berduyun-duyun ingin menjadi bagian darinya. Aplikasi yang mudah diakses dan menyediakan banyak filter dan fitur musik ini dapat dinikmati semua kalangan.

Secara spesifik fenomena ini dapat disebut sebagai pop culture. Mengacu pada pengertiannya, pop culture merupakan sebuah budaya yang sedang tren atau mainstream di kalangan masyarakat. Dan tampaknya, negeri ini sedang merayakan budaya populer tersebut. Wacana mengenai pop culture sebenarnya tidak hanya terbatas pada aplikasi saja melainkan bisa juga membincangkan mengenai sastra, film, musik dan produk kebudayaan lainnya.

Budaya populer diartikan oleh McDonald (Strinati, 2007) sebagai sebuah kekuatan dinamis yang menghancurkan batasan kuno, tradisi, selera dan mengaburkan segala macam perbedaan. Dalam hal ini budaya populer lahir dari keterkaitannya dengan media. Artinya, media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. engan kata lain, budaya populer lahir atas kehendak media dan perilaku konsumsi masyarakat.

Dalam memahami konsep budaya massa ini, kamu perlu memahami apa yang disebut kebudayaan. Magnis Suseno & Kleden mengatakan budaya merupakan seluruh hamparan alam semesta yang telah disentuh pengaruh eksistensi manusia, dan budaya tak lain adalah hasil bentukan sekaligus yang membentuk manusia (Budiman, 2012).

Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Tik Tok telah menjadi kesadaran kolektif bagi para remaja di Indonesia. Semua beramai-ramai untuk ikut dalam kehebohan massal ini karena begitu luasnya golongan masyarakat yang berhasil diraih melampaui sekat-sekat pembatas yang ada, seperti: suku, agama, identitas kedaerahan dan negara, kelas sosial, hingga nilai tradisi dan budaya setiap kelompok dalam masyarakat. Keberhasilan TikTok menjangkau hampir semua golongan masyarakat secara tidak langsung memberikan legitimasi sosial bahwa aplikasi itu sudah menjelma menjadi bagian dari budaya populer.

Memang, TikTok akan membuat mudah meraih eksistensi dan pundi-pundi uang dan itu sudah terbukti. Mudahnya mengakses aplikasi TikTok membuat orang dengan mudahnya menjadikannya sebagai media pembelajaran bagi kehidupannya apalagi sifatnya yang kekinian.

Tik Tok yang digunakan sebagai contoh dalam proses pembelajaraan kebudayaan membuat para penggunanya mengalami kejutan budaya (culture shock). Perlu diingat bahwa kebudayaan itu adalah cara berperilaku manusia dalam merespon lingkungannya. Jadi menjadi sebuah kewajaran jika semakin banyak orang yang menjadi anggota generasi tunduk alias menunduk menghadap gawai.

Budaya instan yang ditawarkan oleh Tik Tok mereduksi sebuah budaya yang menghargai proses. Tak mengapa jika memang kita tetap teguh untuk ber-Tik Tok ria, asalkan kita memiliki basis literasi yang kuat.

Budaya populer membuat kita merelatifkan segala sesuatu. Sehingga tidak ada yang mutlak benar maupun mutlak salah, termasuk batasan apapun yang mutlak. Misalnya, batasan antara budaya tinggi dan budaya rendah yang membuat di antara kedua hal tersebut tidak ada standar mutlak terutama dalam bidang seni dan moralitas.

Maka tidak mengherankan bila dulu kita menganggap bahwa Tik Tok hanya diperuntukkan untuk anak alay, namun sekarang dianggap sebagai sebuah kewajaran. Hal tersebut terjadi karena budaya populer itu sangat relatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun