Mohon tunggu...
Nurrahman Fadholi
Nurrahman Fadholi Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa, pengajar, penulis

Mahasiswa Sastra Inggris Universitas Terbuka Yogyakarta dan pengajar Bahasa Inggris

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

KH Abdurrahman Wahid, Sang Pendobrak Pluralisme

30 Desember 2020   06:22 Diperbarui: 30 Desember 2020   06:41 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
K.H. Abdurrahman Wahid (sumber : timetoast.com)

Tepat pada hari ini 11 tahun yang lalu, mantan presiden Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur meninggal dunia. Gus Dur meninggal dunia setelah menderita komplikasi penyakit seperti ginjal, stroke, diabetes, dan jantung. Kabar wafatnya presiden yang berkuasa pada tahun 1999 sampai dengan 2001 ini dengan cepat tersiar secara luas. 

Berita wafatnya presiden yang terkenal dengan jargon "Gitu Aja Kok Repot" ini juga tersiar di salah satu radio di Yogyakarta sekitar pukul 19.00 WIB pada saat itu. Gus Dur meninggalkan satu orang istri yang bernama Sinta Nuriyah dan empat orang anak yang kesemua anaknya berjenis kelamin perempuan.

Gus Dur lahir di Jombang pada tanggal 7 September 1940 dari orang tua yang bernama Wahid Hasyim dan Solichah. Ayah Gus Dur adalah seorang Menteri Agama pada era Presiden Soekarno dan juga merupakan putra dari pendiri organisasi massa Nahdlatul Ulama (NU), Hasyim Asy'ari.

 Pada tahun 1944, Gus Dur pindah ke Jakarta dikarenakan ayahnya menjadi Ketua pertama Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri pada saat penjajahan Jepang. Pada tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali lagi ke Jombang dan menetap di tempat itu. Tahun 1949, Gus Dur kembali lagi ke Jakarta karena ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama oleh Presiden Soekarno. Pada tahun yang sama, Gus Dur bersekolah di SD KRIS sebelum akhirnya pindah ke SD Matraman Perwari. Di SD KRIS, Gus Dur berada dalam satu kelas dengan aktris senior, Rima Melati.

Pada tanggal 19 April 1953, Gus Dur yang kala itu berusia 12 tahun harus berpisah dengan ayahnya untuk selama-lamanya. Ayah Gus Dur meninggal dalam sebuah kecelakaan di Cimahi saat dalam perjalanan ke Sumedang guna menghadiri rapat NU. Saat berada di Cimindi, daerah antara Cimahi dan Bandung sekitar pukul 13.00 WIB, hujan turun sangat deras dan mobilnya pun selip karena jalanan licin. Gus Dur yang saat itu duduk di depan selamat beserta seorang supir sementara ayahnya bersama seorang temannya yang bernama Argo Soetjipto menjadi korban dan meninggal dunia di sebuah rumah sakit di Bandung.

Karier politik Gus Dur dimulai saat Gus Dur mendirikan sebuah partai politik yang bernama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada tanggal 23 Juli 1998. Partai itulah yang kemudian mengantarkan Gus Dur menjadi seorang presiden menggantikan B.J. Habibie pada tanggal 23 Oktober 1999. 

Saat menjadi presiden, Gus Dur mencabut TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dan juga mengumumkan bahwa Tahun Baru Imlek menjadi Hari Libur Nasional beberapa bulan sebelum pelengserannya pada bulan Juli 2001. Gus Dur adalah seorang presiden yang mampu merangkul semua agama yang ada di Indonesia untuk bersatu. Maka tidak heran jika beberapa pemuka agama banyak yang hadir saat pemakaman Gus Dur pada tanggal 31 Desember 2009.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun